Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara telah menguat di kala laporan dominasinya dalam peran peningkatan emisi pada tahun lalu. Sementara itu, harga crude palm oil (CPO) juga mencatatkan penguatan, didukung oleh ekspor yang kuat dan pertumbuhan output yang lemah.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Selasa (26/3), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Senin (25/3) menguat 1,45% atau 1,80 poin ke level 126,30 per metrik ton.
Kemudian, kontrak pengiriman untuk Mei 2024 juga mengalami kenaikan sebesar 1,35% atau 1,70 poin ke level US$127,55 per metrik ton.
Mengutip Energyworld, berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (EIA) emisi karbon dioksida global yang terkait dengan energi meningkat 1,1% atau sebesar 410 juta ton pada 2023, dan mencapai rekor tertinggi batu sepanjang masa sebesar 37,4 miliar ton.
Adapun, pembakaran batubara bertanggung jawab atas lebih dari 65% peningkatan emisi pada tahun lalu. Salah satu faktor signifikan yang menyebabkan peningkatan ini adalah penurunan produksi pembangkit listrik tenaga air secara global, yang disebabkan oleh kekeringan.
Namun, berdasarkan catatan Bisnis, walaupun komoditas ini menghadapi tuntutan iklim dan pemanasan global, batu bara tetap tangguh seperti kondisi ketahanan China, permintaan India yang meningkat, dampak perang di Ukraina dan lemahnya program internasional untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil di negara-negara berkembang.
Baca Juga
Selain itu, para produsen juga tengah bersiap untuk menghadapi masa depan untuk menyeimbangkan energi terbarukan selama beberapa dekade.
Harga CPO
Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada April 2024 menguat 30 poin menjadi 4.382 ringgit per metrik ton. Kontrak acuan, Juni 2024, juga telah menguat 27 poin menjadi 4.274 ringgit per metrik ton. Kontrak ini telah melemah sebesar 0,76% dalam sepekan.
Mengutip Reuters, harga minyak sawit berjangka Malaysia meningkat pada Senin (25/3) sehingga menghentikan penurunan selama dua hari berturut-turut. Hal ini didukung oleh ekspor yang menguat dan pertumbuhan output yang melemah.
“Harga minyak sawit mentah naik karena angka ekspor yang meningkat serta angka produksi yang lebih rendah,” jelas pedagang yang berbasis di Kuala Lumpur.
Berdasarkan data dari surveyor kargo Intertek Testing Services pada Senin (25/3) ekspor minyak sawit Malaysia 1-25 Maret 2024 naik 13,8% dibandingkan dengan pengiriman selama 1-25 Februari 2024, dan meningkat dari peningkatan 7,4% pada periode 1-20 Maret.
Kemudian, mengenai kabar Indonesia yang sedang mempertimbangkan untuk merevisi kebijakan kewajiban pasar domestik (DMO) untuk minyak goreng dengan menghubungkannya dengan produksi alih-alih ekspor, kepala penelitian komoditas di Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, mengatakan bahwa hal ini dapat mendukung harga.
"Jika itu terjadi maka akan menjadi bullish untuk harga karena pertumbuhan produksi di Indonesia nyaman, yang berarti ekspor akan lebih ketat," katanya.
Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYv1, turun -0,84%. Kontrak minyak sawit, DCPv1, naik 0,60%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOc2 naik 0,83%.