Bisnis.com, JAKARTA - Prospek saham emiten unggas, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) masih mendapatkan pandangan optimistis dari konsensus analis, meskipun laba bersih JPFA turun 34,52% ke Rp929,71 miliar pada 2023.
Berdasarkan konsensus data Bloomberg per 1 Maret 2024, sebanyak 13 analis atau 72,2% merekomendasikan beli saham JPFA, sedangkan 5 analis atau 27,8% lainnya merekomendasikan tahan. Sementara itu, tidak ada analis yang merekomendasikan jual saham JPFA.
Target harga saham JPFA selama 12 bulan ke depan berada di level Rp1.222 dengan harga terakhir di level Rp1.170 pada Jumat (1/3/2024). Sementara itu, peluang return atau imbal hasil JPFA sebesar 4,5%.
Adapun, konsensus analis yang mengulas dan merekomendasikan beli saham JPFA di antaranya yaitu Indopremier Sekuritas, RHB Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, hingga MNC Sekuritas.
Sementara itu, rekomendasi tahan atau hold untuk saham JPFA datang dari DBS Bank, Ciptadana Sekuritas, NH Korindo Sekuritas, dan Sinarmas Sekuritas. Para konsensus analis itu memasang target harga berkisar di rentang Rp1.100 hingga Rp1.900.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (1/3/2024), saham JPFA menguat 1,74% atau 20 poin ke level Rp1.170 per saham. Namun, secara year-to-date (ytd), saham JPFA masih terkoreksi 0,85%.
Baca Juga
Adapun, saham JPFA memiliki Price Earning Ratio (PER) 14,76 kali, dan Price to Book Value (PBV) 1,04 kali. Sedangkan kapitalisasi pasar sebesar Rp13,72 triliun.
Sentimen Ramadan
Emiten unggas seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) berpeluang ketiban berkah menjelang bulan Ramadan 1445 H yang jatuh pada Maret 2024.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, pada momentum Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1445 H akan terjadi peningkatan konsumsi masyarakat, sehingga permintaan emiten unggas juga diproyeksi akan meningkat.
"Pada bulan Ramadan dan Lebaran tahun ini permintaan emiten unggas berpotensi mengalami kenaikan, seiring peningkatan konsumsi masyarakat," ujar Azis kepada Bisnis, dikutip Jumat(1/3/2024).
Di lain sisi, JPFA masih menghadapi tantangan karena dibayangi tekanan kondisi kelebihan pasokan (oversupply) dan harga day old chicken (DOC) yang rendah. Selain itu, fluktuasi harga bahan baku pakan ternak kian membebani emiten unggas.
Mengacu data Bloomberg per Jumat (1/3), harga jagung naik 0,35% menyentuh US$431 per bushel. Sedangkan harga bungkil kedelai (soybean meal) melonjak 0,70% ke level US$331,5 per ton. Harga pakan ternak mengalami fluktuasi signifikan sejak awal 2024.
"Untuk hambatannya ada dari oversupply dan pelemahan daya beli. Karena saat ini daya beli konsumsi masyarakat menengah ke bawah cenderung melambat sehingga bisa mempengaruhi permintaan ke depannya. Di sisi lain harga bahan pakan ternak yang sedang naik bisa berpotensi meningkatkan beban perusahaan," pungkas Azis.
Mengacu laporan keuangan di laman BEI, laba bersih JPFA merosot 34,52% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp929,71 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun 2022 sebesar Rp1,41 triliun.
Pada saat bersamaan, penjualan neto JPFA justru naik 4,5% ke posisi Rp51,17 triliun hingga 31 Desember 2023, dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp48,97 triliun. Penjualan lokal sebesar Rp50,28 triliun, sedangkan ekspor Rp889,98 miliar.
Seiring kenaikan pendapatan, beban pokok JPFA naik 5,75% YoY ke posisi Rp43,66 triliun, dibandingkan periode sama 2022 sebesar Rp41,28 triliun. Beban pokok terbesar JPFA disumbang dari bahan baku sebesar Rp35,77 triliun.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.