Bisnis.com, JAKARTA - Nilai Bitcoin (BTC) berhasil menyentuh rekor tertinggi sejak November 2021 pada Rabu (28/2/2024). Pada hari tersebut nilai Bitcoin berhasil menembus US$63.000 atau sekitar Rp989 juta.
Namun, melonjaknya harga memicu likuidasi kripto senilai hampir US$700 juta selama 24 jam terakhir sehingga BTC kembali anjlok 7% ke level US$61.300.
Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur melihat penurunan harga BTC dari level all-time high (ATH) disebabkan fenomena taking profit atau ambil untung yang dilakukan investor.
“Kenaikan yang signifikan seperti yang kita saksikan belakangan ini seringkali diikuti oleh fase koreksi dan hal ini tidak terkecuali bagi Bitcoin. Namun, ini juga bisa menjadi kesempatan bagi investor untuk membeli kembali Bitcoin saat harga turun, mengingat potensi jangka panjangnya yang tetap kuat," jelas Fyqieh dalam siaran pers, Kamis (29/2/2024).
Menurutnya, kemungkinan koreksi terhadap nilai Bitcoin masih dapat terjadi. Sebab Relative Strength Index (RSI) berada dalam kondisi overbought sehingga membuka potensi untuk koreksi harga. Namun demikian dalam jangka pendek Bitcoin masih berada di kondisi bullish dan berpotensi melanjutkan kenaikan.
Meski begitu, Fyqieh mengataka bahwa Bitcoin belum menunjukkan tanda untuk mencapai harga US$64.000 atau Rp1 miliar. Hal itu terlihat dari penolakan harga ketika mencapai level US$63.860.
Baca Juga
Namun, jika melihat aktivitas arus masuk Exchange Traded Fund (ETF) yang mendorong kenaikan harga BTC, dalam waktu dekat kemungkinan BTC bisa berada pada level US$63.000-US$65.000.
Sementara itu, peningkatan harga Bitcoin membawa rekor volume perdagangan untuk ETF BTC spot yang terdaftar di AS. IBIT BlackRock mencatat ETF Bitcoin meraih rekor ATH volume harian sebesar US$2,6 miliar.
“Kenaikan pesat ini telah menghidupkan kembali ingatan akan pasar bullish kripto yang mendorong token ke rekor puncaknya hampir US$69.000 pada November 2021, karena investor terkena FOMO untuk tertinggal pada kenaikan harga lebih lanjut," ujar Fyqieh.
Minat investor terhadap risiko dan investasi spekulatif tersebut dapat terlihat dari indikator utama psikologi investor, Crypto Fear and Greed Index, yang mengalami extreme greed atau melonjak menjadi 82.
Fyqieh menambahkan, para investor memasuki pasar Bitcoin menjelang fenomena halving pada April guna memperlambat tekanan jual BTC.
Hal tersebut sejalan dengan turunnya suku bunga The Fed yang mendorong kenaikan Bitcoin sehingga meningkatkan minat investor untuk mendapat hasil yang tinggi dan lebih fluktuatif. (Chatarina Ivanka)