Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara melemah di kala India melaporkan peningkatan produksi. Minyak mentah juga bergerak variatif di tengah masih menegangnya situasi di Timur Tengah.
Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle melemah 0,50% pada perdagangan Senin (12/2/2024) atau -0,60 poin ke level US$120 per metrik ton. Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga melemah sebesar -1,67% atau -2,10 poin ke level US$123,50 per metrik ton.
Mengutip Reuters, perusahaan pertambangan milik negara India (BUMN) Coal India, melaporkan laba yang lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal III/2023. Hal ini karena perusahaan meningkatkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan listrik di India, dan mengumumkan dividen interim kedua.
Berdasarkan data LSEG, laba bersih konsolidasi Coal India naik sekitar 17%, menjadi 90,69 miliar rupee atau sekitar Rp17 triliun untuk kuartal yang berakhir pada 31 Desember 2023, melampaui estimasi rata-rata analis sebesar 77,94 miliar rupee
Lalu, meskipun terdapat janji kuat untuk memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, batu bara masih digunakan untuk menghasilkan hampir tiga perempat dari tenaga listrik India.
Berdasarkan catatan Bisnis, produksi batu bara India meningkat menjadi 803,79 metrik ton (MT) pada tahun fiskal 2023-24, pada tanggal 6 Februari 2024. Sedangkan, pada periode yang sama pada tahun fiskal 2022-2023 mencatatkan produksi sebesar 717,23 MT.
Baca Juga
Kementerian Batubara India kemudian mengatakan bahwa pertumbuhan tersebut mencapai sebesar 12,07%, yang dinilai sebagai tingkat pertumbuhan yang mengesankan.
Harga Minyak Mentah
Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (13/2), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Maret 2024 menguat tipis 0,03% atau 0,02 poin menjadi US$76,94 per barel pada pukul 07.03 WIB.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak April 2024 juga melemah -0,23% atau -0,19 poin ke US$82 per barel pada pukul 05.59 WIB.
Harga minyak diketahui sedikit berubah karena para pedagang mempertimbangkan meningkatnya aktivitas militer di Timur Tengah, dibandingkan upaya diplomatik untuk meredakan konflik.
Harga minyak WTI telah mendekati US$77 per barel ketika militer Israel melakukan serangan di Gaza, di kota selatan Rafah, yakni tempat lebih dari 1 juta orang mengungsi. Kemudian, Houthi juga mengatakan bahwa mereka menyerang kapal lain di Laut Merah, berlanjutnya ancaman pada kapal-kapal yang berada di wilayah tersebut.
Di lain sisi, Iraq sebagai produsen minyak terbesar kedua dalam aliansi OPEC+, mengalami penurunan produksi minyak mentah sehingga mendukung harga komoditas tersebut.
Kepatuhan OPEC dalam memangkas pasokan juga berkontribusi pada kenaikan perkiraan harga minyak mentah Brent oleh Morgan Stanley menjadi US$82.50 per barel pada kuartal I/2024, naik dari US$80.
Adapun, tanda-tanda kemajuan menuju solusi diplomatis untuk perang juga menjaga harga tetap terkendali. Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amirabdollahian, membahas kemungkinan pelepasan sandera Israel yang ditangkap oleh Hamas selama pertemuan dengan kepala kelompok perlawanan Palestina akhir pekan lalu.
Analis Goldman Sachs Group Inc juga mengatakan bahwa perkiraan permintaan untuk China, sebagai konsumen terbesar kedua, memiliki risiko penurunan tambahan, dengan mengutip lonjakan penjualan kendaraan listrik dan percakapan dengan konsumen lokal.