Bisnis.com, BANDUNG – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi ekspor minyak sawit kembali mengalami penurunan pada 2024. Hal ini didorong potensi peningkatan konsumsi apabila biodiesel B40 diterapkan.
Riset dari Gapki menunjukkan peningkatan konsumsi minyak sawit domestik menjadi 25,4 juta ton pada 2023 atau naik 9,08% dari 23,28 juta ton pada 2023. Konsumsi biodiesel mendominasi dengan penyerapan 11,6 juta ton.
Ketua Kompartemen Media Relation Gapki Fenny Sofyan mengatakan peningkatan konsumsi dalam negeri akan memengaruhi ekspor CPO yang diproyeksi turun 11,95% apabila implementasi biodiesel B35 berlanjut dan B40 diberlakukan.
“Kalau di 2024 itu akan meningkat sekitar 9,08%, jadi kalau tadi ditambah 2 juta ton untuk biodiesel [proyeksi konsumsi B40] berarti meningkat ya menjadi 27,4 juta ton konsumsi dalam negeri, ekspor nya turun menjadi 13,95%,” kata Fenny dalam agenda Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit di Bandung, Kamis (1/2/2024).
Laju ekspor minyak sawit mengalami penurunan sejak 2019. Kala itu, volume ekspor mencapai 37,4 juta ton yang kemudian turun menjadi 34 juta ton pada 2020.
Tren penurunan ekspor juga berlanjut pada 2021 di mana volume ekspor hanya mencapai 33,6 juta ton, kemudian pada 2022 naik tipis menjadi 33,9 juta ton. Gapki memprediksi ekspor sepanjang 2023 hanya mencapai 32,9 juta ton.
Baca Juga
"Ekspor terus turun, di 2023 ini unik ada sebagian yang menyebutkan ekspor turun itu bukan karena produksi yang stagnan," ujarnya.
Menurut Fenny, ekspor 2023 turun merupakan dampak dari langkah Rusia untuk menandatangani Black Sea Grain Initiative pada 2022. Perjanjian tersebut membuka jalur perdangan sehingga biji-bijian dan sunflower oil dapat di ekspor dengan harga murah.
Hal ini membuat negara tujuan ekspor utama komoditas tersebut yakni China dan India kebanjiran stok pada tahun 2023. Stok biji-bijian dan sunflower oil di kedua negara tersebut diproyeksi akan habis pada momentum Imlek tahun ini.
"Makanya kemudian itu di Oil World, Pakistan juga konsisten bahwa penurunan ekspor dari Indonesia lebih karena mereka [China dan India] punya stok yang cukup tinggi, tetapi kalau lihat disini ya memang produksinya juga stagnan," tuturnya.
Adapun, Fenny menuturkan, produksi CPO/CPKO Indonesia stagnan selama 4 tahun, sementara penerapan biodiesel terus memicu peningkatan konsumsi domestik untuk pangan, biodiesel, oleochemical.
"Dengan adanya el nino di tahun 2023, sedikit banyak akan mempengaruhi penurunan produksi hingga 2024 mrskipun tidak terlalu signifikan. Realisasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sangat rendah," pungkasnya.