Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini (24/1): Batu Bara Melemah Lagi, CPO Masih Menghijau

Harga batu bara ditutup melemah pada perdagangan Selasa (23/1), sedangkan CPO ditutup menguat.
Uap mengepul dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Peitz, Herman pada Selasa (7/11/2023). - Bloomberg/Krisztian Bocsi
Uap mengepul dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Peitz, Herman pada Selasa (7/11/2023). - Bloomberg/Krisztian Bocsi

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara kembali melemah setelah mengalami rebound. Di sisi lain, CPO menguat akibat kekhawatiran hujan lebat yang mengganggu dua produsen terbesar di dunia.

Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle melemah -0,56% atau -0,70 poin ke level 123,25 per metrik ton pada akhir perdagangan Selasa (23/1/2024). Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga melemah -0,21% atau -0,25 poin ke level 120 per metrik ton.  

Mengutip World Coal, berdasarkan perhitungan terbaru, Jerman diperkirakan baru akan berhenti menggunakan batu bara sepenuhnya pada akhir 2038. 

Modeling dari Cornwall Insight's North West Europe Benchmark Power Curve memunculkan keraguan terhadap target transisi energi Jerman, dengan data yang menunjukkan hampir 19 GW batu bara masih akan menjadi bagian dari sistem energi Jerman pada 2030.

Kekhawatiran ekonomi baru-baru ini telah menyebabkan tokoh-tokoh kunci, termasuk Menteri Keuangan Jerman, mempertanyakan kelayakan target 2030. Pemimpin regional juga telah menyuarakan kekhawatiran tentang kurangnya sumber generasi alternatif jika batu bara dan lignit dihentikan.

Manajer Pemodelan di Cornwall Insight, Tom Musker, mengatakan bahwa Jerman sudah pasti menjadi negara yang ramah lingkungan. Namun seberapa cepat transisinya menjadi pertanyaan.

“Penghapusan penggunaan batu bara pada tahun 2030, yang dulunya dianggap sebagai sebuah langkah berani, kini menghadapi kenyataan pahit berupa hambatan ekonomi dan terhambatnya pembangunan infrastruktur, sehingga menimbulkan keraguan besar terhadap kemampuan negara untuk mencapai target ini,” terangnya. 

Berdasarkan catatan BisnisChina mencatatkan rekor baru dalam mengimpor batu bara pada tahun lalu. Pembelian dari seluruh dunia melonjak 62% dari tahun sebelumnya, menjadi 474 juta ton. 

Langkah tersebut dilakukan oleh Pemerintah Negeri Tirai Bambu untuk mengamankan stok batu bara agar terhindar dari krisis energi, terutama listrik. 

Harga CPO 

Harga (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 39 poin menjadi 3.960 ringgit per metrik ton. Kemudian, kontrak April 2024 juga mengalami penguatan sebesar 45 poin menjadi 3.949 per metrik ton. 

Minyak kelapa sawit berjangka Malaysia mengalami kenaikan pada Selasa (23/1) akibat kekhawatiran mengenai hujan lebat yang mengganggu produksi dua produsen terbesar di dunia dan permintaan yang tinggi dari China. Namun, pelemahan pada minyak saingannya membatasi kenaikan tersebut. 

Manajer perdagangan di perusahaan perdagangan Kantilal Laxmichand & Co yang berbasis di Mumbai, Mitesh Saiya, mengatakan bahwa masalah produksi di Indonesia dan Malaysia akibat hujan lebat mendorong harga minyak sawit, di tengah adanya permintaan dari China yang lebih baik. 

Adapun, BMKG Indonesia mengeluarkan peringatan akan terjadinya hujan lebat di beberapa daerah penghasil minyak sawit, terutama Sumatera dan Kalimantan.

Kemudian, dalam surat edaran di situs web Malaysian Palm Oil Board, dikatakan bahwa Malaysia mempertahankan pajak ekspor kelapa sawit mentah pada Februari 2024 sebesar 8% dan menurunkan harga referensinya. 

Para pedagang juga mengatakan bahwa impor minyak bunga matahari India akan menurun dalam beberapa bulan mendatang, akibat kenaikan harga yang dipicu oleh kenaikan tarif pengiriman. Hal ini mendorong pembeli beralih ke minyak saingan yang tersedia dengan harga diskon. 

Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYcv1, menurun tipis sebesar -0,03%. Kontrak minyak sawit, DCPcv1, turun -0,88%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) BOcv,  juga menurun sebesar -0,23%.

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang ringgit Malaysia ditutup menguat 0,07% terhadap dolar AS. Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper