Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi global dan domestik mengalami pelemahan pada Selasa (16/1/2024) karena pernyataan pejabat Federal Reserve.
Salah satu anggota Dewan Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan bahwa The Fed tidak merasakan ada urgensi untuk memangkas suku bunga secara reaktif dalam waktu yang singkat.
Fixed Income & Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi mengatakan, pernyataan tersebut mengecewakan bagi ekspektasi dovish pivot pasar. Akibatnya, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed pada Maret 2024 turun tajam menjadi 61% dari sebelumnya 75%.
"Pelemahan obligasi semalam akibat pernyataan Waller yang tidak favorable terhadap kebijakan dovish," ujar Lionel kepada Bisnis, Rabu, (17/1/2024).
Akibatnya, kata dia, US Treasury Yield 10 tahun naik 12 bps menjadi 4,06% mendekati batas support teknikal di 4,09-4,1%. Sedangkan indeks obligasi EMBI untuk emerging market turun -0,5%, diikuti peralihan portofolio dari obligasi dan saham menjadi kas, sehingga indeks dolar AS naik 0,9% menjadi 103,4.
"Kejutan ini dapat berakibat negatif bagi pasar SBN yang kemarin menikmati lonjakan volume perdagangan hingga Rp29,5 miliar, dari hari sebelumnya Rp6,5 miliar," kata Lionel.
Baca Juga
Alhasil, Lionel memproyesikan yield obligasi pemerintah (INDOGB) 10 tahun berisiko terkoreksi hingga ke rentang 6,7%-6,8%. Sedangkan yield obligasi dalam mata uang valuta asing (INDON) berpotensi terkoreksi ke rentang 5,15%-5,25%.
Dari sentimen domestik, dia mengatakan tingkat permintaan Surat Utang Negara (SUN) pada lelang Selasa, (16/1/2024) naik tajam menjadi Rp67,6 triliun, dibandingkan lelang SUN dua pekan sebelumnya 3 Januari 2024 sebesar Rp39,8 triliun.
Sedangkan dari sentimen global, ekspektasi inflasi konsumen di Eropa turun tajam pada November 2023 menjadi 3,2% dibandingkan Oktober 2023 di level 4%. Penurunan tajam ekspektasi inflasi konsumen Eropa merupakan hasil positif yang dapat mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) untuk segera memformulasikan skenario pemangkasan suku bunga 2024.
Sementara itu, untuk pasar obligasi korporasi, Lembaga Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan nilai jatuh tempo obligasi korporasi mencapai Rp150,5 triliun pada 2024. Di lain sisi, masih terdapat risiko gagal bayar obligasi korporasi pada tahun ini.
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi 2024 akan lebih banyak dipengaruhi oleh ekspektasi terhadap penurunan suku bunga dan meningkatnya nilai surat utang yang jatuh tempo.
Menurutnya, jika dilihat secara makroekonomi, Pefindo mengekspektasikan untuk risiko gagal bayar di tahun 2024 akan lebih baik daripada tahun lalu, dengan asumsi ketidakpastian mereda dan suku bunga diturunkan. Selain itu, kebutuhan pembiayaan kembali (refinancing) juga akan meningkat seiring banyaknya obligasi jatuh tempo.
"Kebutuhan refinancing di tahun ini akan meningkat seiring dengan nilai surat utang korporasi yang jatuh tempo diperkirakan akan dapat mencapai Rp150,5 triliun atau 18,6% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2023 sebesar Rp126,9 triliun," pungkas Suhindarto kepada Bisnis.