Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara terus menurun selama lima hari berturut-turut di tengah meningkatnya kebutuhan India terhadap material tersebut. Sementara itu, harga crude palm oil (CPO) terus menguat meskipun ada pelemahan produksi dan ketegangan Laut Merah.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (21/12/2023), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 pada perdagangan Rabu (20/12/2023) melemah -1,43% atau -2 poin ke level US$138,25 per metrik ton. Adapun, kontrak untuk Februari 2024 ditutup melemah -1,69% atau -2,30 poin ke level US$133,95 per metrik ton.
Mengutip CoalMint, Impor batu bara termal India diperkirakan akan naik lebih dari 10% pada tahun kalender 2023 meskipun pertumbuhan produksi dalam negeri mencapai rekor.
Peningkatan konsumsi batu bara di India disebabkan oleh melonjaknya permintaan listrik. Produksi yang telah meningkat tajam juga tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga perlu dipenuhi lewat impor.
Produksi batu bara thermal di India diperkirakan akan meningkat secara signifikan sekitar 100 juta ton dalam tahun kalender 2023. Kemudian, produksi batu bara dalam negeri diperkirakan akan naik sekitar 12% dalam tahun kalender 2023 menjadi sekitar 902 juta ton, dibandingkan dengan 802 juta ton pada tahun sebelumnya.
Harga batu bara Indonesia GAR 4200 mengalami penurunan 34% secara tahunan dan mencatatkan harga sebesar US$71 per ton pada November 2023.
Baca Juga
Pergerakan harga batu bara termal mengikuti tren penurunan, mendorong pembeli India untuk meningkatkan pembelian mereka.
Mengutip Badan Energi Internasional (IEA) permintaan batubara global diproyeksikan akan menurun sebesar 2,3% pada 2026 jika dibandingkan dengan tahun ini, bahkan tanpa adanya pemerintah yang mengumumkan dan mengimplementasikan kebijakan energi bersih dan iklim yang lebih kuat.
Penurunan tersebut akan didorong oleh ekspansi besar-besaran kapasitas energi terbarukan yang akan mulai beroperasi dalam tiga tahun hingga 2026.
Harga CPO
Harga (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 18 poin menjadi 3,777 ringgit per metrik ton. Kemudian, untuk kontrak Maret 2024 juga mengalami penguatan sebesar 18 poin, menjadi 3,796 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia naik pada awal perdagangan Rabu (20/12) karena kekhawatiran atas menurunnya produksi dan stok di pemasok utama dunia.
Adapun, harga minyak juga naik lebih tinggi pada Rabu (20/12) setelah naik lebih dari 1% dari sesi sebelumnya, di tengah kekhawatiran atas gangguan perdagangan global dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah, menyusul serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Terkait penurunan produksi, Malaysia mencatatkan penurunannya pada akhir November 2023, yakni penurunan pertama dalam tujuh bulan.
Intertek Testing Services juga melaporkan bahwa ekspor produk minyak sawit Malaysia juga menunjukan penurunan sebesar 13,6% (month-to-month/mtm) mencapai 591.490 metrik ton.
Berdasarkan data dari Komisi Eropa, impor kedelai Uni Eropa (UE) pada musim 2023/2024 yang dimulai pada Juli 2023 tidak mengalami perubahan signifikan dengan tahun sebelumnya, yang mencapai 5,17 juta metrik ton.
Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga menunjukan bahwa Indonesia, selaku produsen minyak sawit terbesar di dunia, mencatatkan penurunan ekspor sebesar 31% dengan volume 3 juta metrik ton pada Oktober 2023 (year-on-year/yoy).
Minyak kedelai berjangka BOc2 di Chicago Board of Trade (CBOT) turun 0,41%. Minyak sawit FCPOc3 masih menargetkan kisaran 3,813-3,835 ringgit per metrik ton, karena telah menembus zona resistensi 3,775-3,781 ringgit.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang perdagangan kontrak minyak kelapa sawit, Ringgit malaysia, ditutup menguat 0,09 terhadap dolar AS. Ringgit yang lebih kuat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing