Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara mencatatkan pelemahan selama empat hari berturut-turut. Sedangkan harga crude palm oil (CPO) terus melanjutkan penguatannya di tengah ketegangan di Laut Merah.
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 pada perdagangan Selasa (19/12/2023) melemah -0,71% atau -1 poin ke level US$140,25 per metrik ton. Adapun, kontrak untuk Februari 2024 ditutup melemah -0,73% atau -1 poin ke level US$136,25 per metrik ton.
Mengutip Energyworld, Rabu (20/12) Menteri Lingkungan Hidup India Bhupender Yadav pada Selasa (19/12) mengatakan bahwa India, yang kini menyumbang lebih dari 10% produksi batu bara global, berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakatnya dan bergantung pada tenaga batu bara hingga negaranya mencapai status negara maju.
“Sementara kita meningkatkan kapasitas energi terbarukan kita, kita juga harus bergantung pada tenaga batu bara sampai kita mencapai tujuan india yang maju,” jelasnya dalam konferensi pers.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa India menolak tekanan dari negara-negara maju untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil pada konferensi iklim PBB.
Untuk diketahui, India bergantung pada batu bara sekitar 70% untuk pembangkit listriknya, dan berencana untuk menambah kapasitas pembangkit listrik berbasis batu bara sebesar 17 gigawatt dalam 16 bulan kedepan.
Baca Juga
Mengutip Coal Mint, mpor batu bara India mengalami penurunan sebesar 14% pada 1-15 Desember 2023 menjadi 9,36 juta ton metrik ton, jika dibandingkan pada paruh pertama bulan sebelumnya yang sebesar 10,84 metrik ton.
Berdasarkan catatan Bisnis, Komisi Eropa pada Senin (18/12) mengatakan bahwa negara-negara Uni Eropa (UE) kini mengalami keterlambatan dalam memenuhi target perubahan iklim. Ia berpendapat bahwa tanpa kebijakan pengurangan emisi yang kuat, Uni Eropa dapat kehilangan tujuan tersebut.
India mencatatkan produksi tahun fiskal 2022 - 2023 yang berakhir pada 31 Maret 2023, memproduksi sebanyak 893 juta ton, menjadikannya sebagai industri batu bara terbesar kedua di dunia. India juga berusaha mengurangi ketergantungan impor dan ingin mewujudkankan negaranya menjadi lebih mandiri.
Harga CPO
Harga (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 33 poin menjadi 3,752 ringgit per metrik ton, Kemudian, untuk kontrak Maret 2024 juga mengalami penguatan sebesar 35 poin, menjadi 3,746 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, kontrak minyak kelapa sawit Malaysia mengalami kenaikan pada perdagangan Selasa (19/12) didorong oleh prospek penurunan produksi yang lebih rendah di negara-negara produsen utama dan menurunnya persediaan.
Menurut data dari regulator industri Malaysia, stok minyak sawit negaranya mengalami penurunan pertama kalinya dalam tujuh bulan. Hal ini karena penurunan produksi yang lebih besar dibandingkan ekspor.
Indonesia, selaku produsen minyak sawit terbesar di dunia, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat ekspor 3 juta metrik ton produk minyak sawit pada bulan Oktober, turun 31% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
Adapun, Indonesia berencana menetapkan harga referensi minyak sawit pada 16-31 Desember 2023 sebesar US$767,51 per metrik ton, turun dari harga US$ 795,14 pada paruh pertama bulan ini.
Kemudian, Intertek Testing Services melaporkan ekspor minyak sawit Malaysia pada paruh pertama Desember 2023 mencatatkan penurunan 13,6% (month-to-month/mtm) menjadi 591.490 metrik ton.
Badan perdagangan terkemuka juga mengatakan Impor minyak sawit India melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan, dengan kenaikan 23% dari Oktober 2023. Hal ini karena para penyuling lebih memilih minyak tropis yang mengalami penurunan harga, dibandingkan minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Harga minyak sawit mungkin akan naik lebih tinggi ke kisaran 3,813-3,835 ringgit per metrik ton, karena sempat berada di atas zona resistensi 3,775-3,781 ringgit
Di lain sisi, harga minyak juga menguat karena serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah, sehingga berdampak pada perdagangan maritim. Para perusahaan juga mengubah rute mereka.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang perdagangan kontrak minyak kelapa sawit, Ringgit malaysia, ditutup menguat 0,42% terhadap dolar AS. Ringgit yang lebih kuat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.