Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemilu dan Harga Komoditas Mengadang Kinerja Emiten Alat Berat di 2024

Penyelenggaraan Pemilu hingga melandainya harga komoditas diyakini akan menjadi batu sandungan kinerja emiten alat berat pada 2024 mendatang.
Afiffah Rahmah Nurdifa,Annisa Kurniasari Saumi
Rabu, 20 Desember 2023 | 11:00
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR

Bisnis.com, JAKARTA — Penyelenggaraan Pemilu hingga melandainya harga komoditas diyakini akan menjadi batu sandungan kinerja penjualan sejumlah emiten alat berat pada 2024 mendatang.

Emiten penjual alat berat PT Intraco Penta Tbk. (INTA) memperkirakan kompetisi penjualan akan semakin ketat pada tahun 2024, hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya tahun politik.

Direktur Utama INTA Petrus Halim mengatakan tahun 2024 merupakan tahun politik yang akan berdampak pada turunnya kondisi perekonomian dan melambatnya proses birokrasi. 

Petrus menjelaskan pada sektor pertambangan, khusunya batu bara, beberapa pengamat memperkirakan harga batu bara masih turun melandai pada awal 2024 dan baru akan naik di akhir tahun 2024. 

"Hal ini akan mempengaruhi kompetisi alat berat yang semakin ketat. Begitu juga di sektor nikel, diprediksi masih dalam tren menurun," tutur Petrus dalam paparan publik INTA, Selasa (19/12/2023).

Namun, lanjut Petrus, dengan terbitnya RKAB untuk tambang nikel secara tepat waktu, diharapkan permintaan terhadap nikel akan meningkat. Hal tersebut menurutnya sangat berpotensi untuk mendongkrak penjualan alat berat pada kelas 20-30 ton dan penjualan dump truck. 

Kemudian di sektor industri kehutanan, menurut Petrus para pemain utama fokus meningkatkan produksi kayunya. Hal ini memberikan peluang bagi INTA untuk menjual produk alat berat di sektor ini. 

Sektor lainnya yakni semen di 2024 diperkirakan masih akan melakukan efisiensi dan efektivitas biaya produksi. Menurut Petrus, hal ini bisa menjadi peluang bagi pabrikan dan distributor alat berat untuk dapat memberikan solusi. 

Dia melanjutkan, di tengah menurunnya harga komoditas batu bara, nikel, CPO dan komoditas lainnya di tahun ini yang berdampak terhadap penurunan penjualan alat-alat berat di Indonesia sekitar 25%, tetapi INTA berupaya meningkatkan kinerja penjualan sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

Tak hanya INTA, PT United Tractors Tbk. (UNTR) juga memproyeksikan kinerja penjualan akan cukup menantang pada 2024 mendatang, seiring dengan masuknya tahun politik. UNTR bahkan berencana memangkas target penjualan alat beratnya.

Direktur United Tractors Iwan Hadiantoro mengatakan akan ada koreksi pada target penjualan alat berat dengan merek Komatsu. Menurutnya sampai dengan akhir tahun ini UNTR berpotensi menjual alat berat sekitar 5.400 sampai dengan 5.450 unit.

“Tahun depan kemungkinan akan ada kontraksi yang disebabkan oleh penurunan permintaan di sektor komoditas yang disebabkan oleh Pemilu 2024,” katanya pada Selasa (28/11/2023).

Iwan menambahkan target penjualan akan turun menjadi 4.000 unit sehingga akan berimbas pada penjualan suku cadang yang tahun ini membukukan Rp12 triliun. Pada 2024, terdapat risiko penurunan sebesar 5% menjadi Rp11 triliun.

Kendati demikian, United Tractor telah menyiapkan sejurus strategi untuk mengkompensasi penurunan tersebut. Iwan mengatakan perseroan bakal menggeber sektor kontraktor tambang yang dijalankan oleh PT Kalimantan Prima Persada (KPP) dan PT Pama Indo Mining (PIM).

Alat berat Komatsu milik PT United Tractors Tbk. (UNTR)
Alat berat Komatsu milik PT United Tractors Tbk. (UNTR)

Penjulan Alat Berat Kuartal III/2023

Penjualan alat berat memang tengah tertekan dalam beberapa waktu terakhir. Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) mencatat telah terjadi penurunan penjualan alat berat sebesar 11% (year-on-year) pada kuartal III/2023.

Ketua Umum PAABI, Etot Listyono mengatakan turunnya penjualan alat berat seiring dengan melemahnya harga komoditas dan minimnya serapan anggaran pada proyek infrastruktur.

"Kalau akhir September 2023 itu dari data yang masuk untuk market size-nya 14.000-an unit jadi memang ada penurunan sekitar 11% dibandingkan periode tahun lalu," kata Etot kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.

Di sektor konstruksi, Etot melihat serapan anggaran untuk proyek-proyek infrastruktur tertahan menjelang Pemilu 2024. Sentimen tersebut memicu proyek infrastruktur yang tidak berjalan sesuai alokasi anggaran. 

Sementara itu, di sektor pertambangan, harga batu bara kembali pada kondisi normal, cenderung melemah sehingga banyak pelanggan yang wait and see untuk melihat perkembangan harga komoditas ke depannya.

"Dua faktor itu yang mungkin juga mendorong terjadinya penurunan di permintaan alat berat. Kalau agroforestri masih stabil, tidak signifikan berpengaruh," ujarnya. 

Di sisi lain, menurut Etot, penurunan penjualan alat berat tahun ini terbilang wajar setelah industri menikmati masa 'honeymoon' selama 2 tahun ke belakang. 

Sejak awal 2021 hingga awal 2023, Etot mencatat peningkatan penjualan alat berat yang signifikan. Pascapandemi, permintaan mulai naik hingga produsen harus meningkatkan kapasitas produksi dan menaikkan alokasi impor pada tahun 2022. 

"Demand terus meningkat sampai 2022 artinya kalau kita hitung sampai 2023 kuartal 3. Agustus 2023 itu sudah terjadi penurunan, jadi honeymoon nya itu hampir 2 tahun lebih," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper