Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Emiten-emiten di Lingkaran Geothermal, dari BREN hingga ARCI

Emiten-emiten milik konglomerat dan konglomerasi usaha mulai menyemut di bisnis panas bumi alias geothermal, menjadikannya sebagai peluang yang menjanjikan.
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Pekerja melakukan pemeriksaan rutin jaringan instalasi pipa di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak yang berkapasitas 377 megawatt (MW) milik Star Energy Geothermal, di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis energi baru terbarukan khususnya panas bumi, tengah menjadi sorotan di pasar modal Indonesia. Emiten yang beroperasi di sektor ini, seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) telah mencatatkan kenaikan harga saham yang signifikan sejak IPO mereka di awal tahun ini.

Selain emiten yang telah lama bergerak di bidang geothermal, beberapa emiten juga terlihat memulai diversifikasi bisnis ke energi hijau. Contohnya, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) dengan proyek Sarulla dan Ijen, PT United Tractors Tbk. (UNTR) yang baru-baru ini mengumumkan akuisisi perusahaan geothermal PT Supreme Energy Sriwijaya, dan PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) yang berencana membentuk joint venture dengan PT Ormat Geothermal Indonesia untuk menggarap energi panas bumi.

Pada penutupan perdagangan Jumat lalu, saham-saham emiten ini kompak parkir di zona hijau. Meski demikian secara year to date, sahamnya bergerak bervariasi cenderung menguntungkan. 

Pertama, PGEO, emiten pelat merah yang baru saja resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 24 Februari 2023 di harga Rp875 per saham. Pada perdagangan Jumat, saham PGEO parkir di level Rp1. 170 per saham atau naik 7,34%. Sejak melantai di Bursa, PGEO telah melaju di zona hijau sebesar 33,71%. 

Terbaru, PGEO baru saja membentuk joint venture bersama Chevron yaitu PT Cahaya Anagata Energy untuk menggarap Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Way Ratai, Lampung. Saham JVC baru ini memiliki komposisi sebesar 40% dimiliki oleh PGEO dan sisanya, sebanyak 60%, dimiliki oleh Chevron. Fokus utama perusahaan patungan ini adalah melakukan eksplorasi panas bumi di WKP Way Ratai, Lampung, yang direncanakan akan dilaksanakan hingga tahun 2028.

Kemudian, pendatang baru lainnya yaitu BREN yang sukses berada di urutan pertama emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa. Pada penutupan perdagangan Jumat, saham BREN naik ke level Rp8.050 per saham atau menguat 3,87%. BREN telah naik sebesar 932,05% dari harga IPO di level Rp780 per saham. Kapitalisasi pasar juga tercatat sebesar Rp1.076,98 triliun. 

Teranyar, BREN melalui anak usaha PT Barito Wind Energy akan mengakuisisi pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) Sidrap. Barito Wind Energy telah mencapai kesepakatan secara prinsip (in-principle) pada Jumat (8/12/2023) dengan UPC Renewables Asia Pacific Holdings Pte. Ltd dan ACEN Renewables International Pte. Ltd, membuka jalan untuk akuisisi 100% saham PT UPC Sidrap Bayu Energy (Sidrap).

Selanjutnya, saham milik keluarga Panigoro, MEDC terpantau parkir di level Rp1.050 atau naik 6,60%. Secara ytd, MEDC telah memberikan return sebesar 3,45%. Kapitalisasi pasar MEDC berada di level Rp26,39 triliun. 

Mengutip laporan per kuartal III/2023, MEDC menyiapkan belanja modal kelistrikan mencapai US$55 juta, terutama untuk memajukan pengembangan Pembangkit Listrik Panas Bumi Ijen sebesar 34 MW yang berada pada jalur penyelesaian dan diharapkan selesai pada Desember 2024. Sementara untuk Sarulla, pembangunan PLTPB Sarulla terdiri dari tiga tahap, masing-masing dengan kapasitas 110 MW. Tahap 1 beroperasi secara komersial pada Maret 2017. Sementara itu, unit 2 dan 3 masing-masing 110 MW, diselesaikan pada Oktober 2017 dan Mei 2018.

Adapun, emiten Grup Astra, UNTR bergerak hijau di level Rp22.300 per saham atau naik 2,76%. Meski demikian saham UNTR masih turun 14,48% ytd dengan kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp83,18 triliun. 

UNTR telah melakukan akuisisi saham baru yang diterbitkan PT Supreme Energy Sriwijaya (SES) sebesar US$42,32 juta atau setara Rp634,94 miliar. UNTR melalui entitasnya PT Energia Prima Nusantara (EPN), menandatangani perjanjian pengambilan bagian dengan PT Supreme Energy, untuk mengambil sebanyak 680.000 saham baru yang dikeluarkan PT Supreme Energy Sriwijaya (SES). 

Corporate Secretary UNTR Sara K. Loebis menuturkan SES akan mengeluarkan sebanyak 680.000 saham baru atau setara 40,476 persen dari total saham yang dikeluarkan oleh SES kepada EPN.

Terakhir, emiten tambang emas, ARCI. Saham korporasi milik Peter Sondakh ini berada di level 452 atau naik 13%. secara ytd, saham ARCI telah naik sebesar 36,97% dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp11,23 triliun. 

ARCI berencana membentuk perusahaan joint venture bersama PT Ormat Geothermal Indonesia yang akan fokus pada diversifikasi bisnis geothermal pada akhir September 2023.  

Direktur Utama Archi Indonesia Rudy Suhendra mengatakan saat ini progres diversifikasi bisnis geothermal milik ARCI sedang menunggu hasil pemeriksaan panas bumi oleh PT Ormat Geothermal Indonesia. Proyek geothermal garapan ARCI dan Omat tersebut memiliki kapasitas 30 megawatt dan akan dikomersialkan. 

Sementara itu, respons positif terhadap pergerakan saham emiten EBT, khususnya yang berbasis panas bumi, diakui oleh Presiden Joko Widodo. Jokowi menyampaikan apresiasinya terhadap lonjakan harga saham beberapa emiten terkait geothermal, yang menurutnya melonjak hingga 7 hingga 10 kali lipat.

"Misalnya, yang berkaitan dengan geothermal yang baru 1-2 bulan ini melompat banyak saham di bursa kita, melompat 7 kali melompat sampai 10 kali," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2023 di Jakarta pada Kamis (7/12/2023).

Menurut Jokowi, lonjakan nilai perusahaan panas bumi ini dipicu oleh tren investasi yang beralih ke EBT. Ia mendesak kementerian dan pemangku kepentingan terkait untuk mengoptimalkan peluang investasi yang semakin luas dari sektor ekonomi hijau dan biru.

Peluang Geothermal

Mengutip catatan dari Mandiri Institute dalam Sustainable Acts: Why Now, what’s Next?, proyeksi untuk geothermal menunjukkan bahwa langkah-langkah responsif terhadap isu perubahan iklim bukan hanya membawa risiko tetapi juga peluang. 

Sejumlah peluang akan muncul dari efisiensi sumber daya, sumber energi, dan pasar (produk & layanan). Penggunaan sumber daya dari kegiatan operasional yang lebih rendah, termasuk biayanya, akan mengurangi emisi karbon. 

Dengan sumber energi baru seperti panas bumi dan surya, investasi dalam energi terbarukan akan meningkat, dan biaya energi secara keseluruhan akan berkurang. Preferensi konsumen juga akan beralih ke produk dan layanan yang memiliki emisi karbon lebih rendah. 

“Faktor-faktor ini akan berdampak pada kinerja ekonomi suatu negara,” dikutip Minggu (10/12/2023). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper