Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas mencatat penguatan minggua terbesar dalam satu bulan terakhir di tengah meningkatnya ekspektasi bahwa bank sentral AS Federal Reserve selesai melakukan pengetatan kebijakan moneter.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas spot ditutup di level US$1.980,82 pada akhir perdagangan Jumat (17/11/2023), tidak berubah dari posisi sebelumnya pada Kamis. Dalam sepekan terakhir, harga emas spot telah menguat sekitar 2,4%.
Sementara itu, harga emas berjangka Comex kontrak Desember 2023 ditutup melemah 0,13% atau 2,6 poin ke level US$1.984,70 per troy ounce dan telah menguat 2,36 persen sepanjang pekan ini.
Analis pasar Gainesville Coins Everett Millman mengatakan emas bergerak lebih rendah meskipun ada potensi kuat untuk melanjutkan reli lebih lanjut, sebelum menguji level US$2.000 per troy ounce.
"Data yang keluar minggu ini memperkuat fakta bahwa Fed kemungkinan besar sudah selesai dengan kenaikan suku bunga, membantu emas. Pergerakan emas akan bergantung pada data yang masuk dan respons pasar terhadap data tersebut,” ungkap Millman seperti dikutip Reuters, Sabtu (18/11/2023).
Data pekan ini menunjukkan indeks harga konsumen AS tidak berubah pada bulan Oktober dan serangkaian data lainnya menyoroti bahwa jumlah warga AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat lebih dari yang diperkirakan minggu lalu.
Baca Juga
Pasar saat ini memperkirakan penurunan suku bunga paling cepat pada bulan Mei 2024 setelah data menunjukkan perlambatan inflasi.
Suku bunga yang lebih rendah memberikan tekanan ke bawah pada dolar dan imbal hasil obligasi, meningkatkan daya tarik emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.
Sementara itu, harga minyak mentah melemah dalam sepekan terakhir meskipun ditutup rebound pada perdagangan Jumat.
Harga minyak West Texas Intermediate kontrak Desember 2023 menguat 4,1% atau 2,99 poin ke US$75,89 per barrel pada perdagangan Jumat. Dalam sepekan terakhir, harga minyak melemah 1,7% dan turun 19% dari penutupan tertinggi tahun ini di bulan September.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Januari 2024 juga menguat 4,12% atau 3,19 poin ke level US$80,61 per barel. Dalam sepekan, Brent melemah 1,02%.
Harga minyak rebound pada perdagangan Jumat setelah analis Goldman Sachs Group Inc. mengatakan bahwa mereka memperkirakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan bergerak untuk mendukung harga dalam pertemuan akhir bulan ini.
Dua produsen terbesar OPEC, Arab Saudi dan Rusia, berjanji untuk mempertahankan pembatasan produksi tambahan hingga akhir tahun, meskipun ekspor minyak mentah Rusia telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir.
"Kami percaya bahwa OPEC akan memastikan bahwa harga minyak Brent akan berada di kisaran US$80 hingga US$100 pada tahun 2024 dengan memastikan defisit moderat dan meningkatkan kekuatan harganya," ungkap tim analis Goldman Sachs termasuk Daan Struyven, seperti dikutip Bloomberg.
Pasokan telah melebihi ekspektasi dalam beberapa pekan terakhir menyebabkan harga barel dunia terus melemah. Pengiriman dari Guyana dan Laut Utara akan meningkat bulan depan, sementara ekspor AS telah melonjak.
Pelemahan harga baru-baru ini diperparah oleh faktor teknikal. Pengukur pasar utama diperdagangkan dalam struktur contango bearish untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir, sementara rata-rata pergerakan 200 hari juga ditembus dalam beberapa hari terakhir, sehingga memperparah tekanan jual.
Di sisi lain, prospek permintaan masih rendah. Data dari China menunjukkan bahwa para penyuling memangkas tingkat pemrosesan harian di bulan Oktober karena permintaan minyak yang nyata turun dari bulan sebelumnya.
Sementara itu, tunjangan pengangguran AS naik ke level tertinggi dalam hampir dua tahun terakhir, menandakan perlambatan di negara konsumen minyak mentah terbesar di dunia ini.