Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Menguat Rp15.751, Mayoritas Mata Uang Asia Semringah

Nilai tukar rupiah hari ini menguat 0,65% atau 103,50 poin ke Rp15.751,50 per dolar AS.
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah hari ini ditutup menguat 0,65%, ditopang oleh ekspektasi pasar terhadap sikap dovish Bank Sentral Federal Reserve (The Fed).

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (3/11/2023) pada 15.01 WIB, nilai tukar rupiah menguat 0,65% atau 103,50 poin ke Rp15.751,50 per dolar AS. Mata uang Garuda menjadi salah satu yang paling kuat di Asia, selain peso Filipina yang menguat 0,98%, dan won Korea Selatan yang menguat 1,54%. 

Sementara itu, ringgit Malaysia juga terpantau menguat 0,24%, dan yen Jepang naik 0,11%, sedangkan yuan China melemah tipis 0,03%.  Adapun indeks dolar AS terpantau menguat tipis 0,02% atau 0,02 poin ke 106,15. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil, dan menawarkan sinyal yang agak dovish mengenai kenaikan suku bunga lebih lanjut.

“Hal ini memicu meningkatnya spekulasi bahwa bank sentral telah selesai menaikkan suku bunganya untuk tahun ini, dan akan mulai menurunkan suku bunga mulai pertengahan tahun 2024,” kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (3/11/2023).

Pasar, lanjutnya, sekarang menunggu data utama nonfarm payrolls Amerika Serikat untuk bulan Oktober 2023, yang akan dirilis pada Jumat waktu setempat. Angka tersebut muncul hanya beberapa hari setelah The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil dan menawarkan sinyal moderat mengenai rencana kenaikan suku bunga ke depan. 

Menurut Ibrahim, sinyal moderat The Fed ini mendorong serbuan aset-aset yang didorong oleh risiko, karena pasar memperkirakan bahwa The Fed telah selesai dengan siklus kenaikan suku bunganya, dan akan mulai memangkas suku bunga pada pertengahan tahun 2024.

Kendati demikian, para analis memperkirakan data nonfarm payroll AS pada Jumat akan menunjukkan penurunan tajam dalam jumlah gaji, angka tersebut telah melampaui ekspektasi selama enam dari sembilan bulan sejauh ini pada tahun 2023. Hal ini akan mencerminkan pasar tenaga kerja AS yang kuat.

Ibrahim menambahkan itu, di pasar komdoitas internasional, minyak mentah mengalami kenaikan lantaran situasi global seperti adanya ketegangan geopolitik antara Israel dan Hamas.

“Tentunya, hal ini akan berdampak terhadap inflasi di negara berkembang termasuk Indonesia. Namun pemerintah telah siap untuk mengantisipasi gejolak politik dengan melakukan kebijakan bauran ekonomi dan intervensi Bank Indonesia,” jelasnya.

Di bulan-bulan ke depan, kata Ibrahim, kemungkinan dampak inflasi akibat situasi global akan dapat terlihat. Namun hal ini sangat tergantung pada langkah pemerintah Indonesia. 

Berdasarkan World Economic Outlook, sebelumnya pada Juli 2023 inflasi dunia diperkirakan mengalami inflasi sebesar 6,8% pada tahun 2023 dan 5,2% pada 2024. Namun, inflasi ini direvisi ke atas pada Oktober 2023 yang masing-masing sebesar 6,9% dan 5,8%.

Ibrahim memprediksi pada perdagangan Senin depan (6/11/2023) , mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun berpotensi ditutup menguat di rentang Rp15.680- Rp15.750 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper