Bisnis.com, MANGUPURA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan tengah dalam tahap melakukan revisi terhadap taksonomi hijau menjadi taksonomi pembangunan berkelanjutan. Menurut OJK, taksonomi itu sejalan dengan pendekatan yang dilakukan ASEAN yang mendorong pembangunan berkelanjutan menyeluruh.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan revisi mengenai taksonomi hijau ini tengah dilakukan dan berada dalam proses pendalaman, diskusi, interaksi, dan dialog dengan para pemangku kepentingan saat ini. Menurutnya, revisi atas taksonomi hijau ini tidak hanya akan mempengaruhi sektor jasa keuangan, tetapi juga di sektor riil.
"Transisi energi akan menjadi taksonomi pertama yang difokuskan," kata Mahendra dalam konferensi pers ASEAN Capital Market Forum di Mangupura, Selasa (17/10/2023).
Sementara itu, taksonomi untuk sektor-sektor lain yang terkait komitmen Indonesia di industri, pertanian, forestry, dan land use akan difokuskan secara bertahap, menyesuaikan progres di bidang-bidang tersebut oleh lembaga kementerian terkait dan kawasan internasional.
Saat ini, lanjutnya, yang terpenting adalah bagaimana Indonesia menyiapkan infrastruktur dari apa yang dimiliki oleh Indonesia, dengan kelengkapan taksonomi dan berbagai instrumen terkait pelaporan, best practice, dan standar.
"Targetnya membuat ekosistem baik dan lengkap, agar bisa dimanfaatkan optimal untuk mencapai apa yang kita bahas," ujarnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menuturkan pihaknya akan mendalami aspek transisi dalam taksonomi ASEAN dan peran yang dimainkan dalam membantu entitas untuk merumuskan rencana aksi transisi mereka.
"Kami sangat bersyukur memiliki perwakilan industri dari bank dan manajer investasi berbagi wawasan mereka tentang bagaimana taksonomi ASEAN dapat membantu dalam mengalokasikan portofolio ke aktivitas transisi," ucap Inarno.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, pembahasan revisi taksonomi hijau Indonesia (THI) OJK akan mengambil langkah proaktif dalam mengevaluasi apakah penggunaan energi dari PLTU batu bara dalam produksi baterai hingga kendaraan listrik sebagai bagian dari pendekatan berbasis hijau dan berkelanjutan atau tidak.
"Karena pada gilirannya, kita lihat hasil akhir dari suatu rantai pasok, sekiranya hal [PLTU batu bara] tadi memberikan dampak positif yang lebih besar, maka terdapat kemungkinan perhitungan secara satu kesatuan integrasi rantai pasok [baik dari produksi hulu ke hilirnya] bisa dianggap hijau," ucap Mahendra.
Sejauh ini, ASEAN Taxonomy Board (ATB) pun telah menyetujui secara terpisah pengakhiran dini dari PLTU bisa dianggap hijau, sekalipun tidak dikaitkan dengan pembangunan pembangkit listrik dari sumber energi baru terbarukan.