Bisnis.com, JAKARTA – Aksi jual terjadi pada instrumen obligasi pemerintah AS (Treasury AS) selama tiga hari berturut-turut, dengan imbal hasil tenor 30 tahun menyentuh 5 persen untuk pertama kalinya sejak 2007. Hal ini turut membuat pasar keuangan global terpuruk.
Mengutip Bloomberg, Rabu (4/10/2023), seiring dengan meningkatnya keyakinan bahwa suku bunga AS dapat naik lebih jauh dari tingkat tertinggi dalam 22 tahun saat ini, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga naik mendekati ambang batas utama sebesar 5 persen.
Hal ini mendorong indeks saham di seluruh negara MSCI mengalami penurunan hari keempat dan terendah sejak Mei 2023. Saham-saham Eropa menghapus penurunan awal dalam perdagangan dengan sedikit perubahan dan indeks berjangka AS sedikit lebih rendah setelah indeks S&P 500 turun ke level terendah empat bulan pada Selasa (3/10/2023).
Sebagai catatan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut terpuruk dengan ditutup melemah 0,78 persen ke posisi 6.886,57.
Aksi jual terbaru di pasar obligasi global ini dipicu oleh data pekerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan pada Selasa, serta serangkaian komentar hawkish dari pejabat Federal Reserve.
Pelaku pasar memperkirakan satu dari tiga peluang kenaikan suku bunga di bulan November dan melihat kemungkinan lebih dari 50 persen kenaikan suku bunga pada Desember 2023.
Baca Juga
“Aksi jual investor obligasi dipicu setelah harapan suku bunga puncak menghilang untuk saat ini. Ketakutan akan imbal hasil yang lebih tinggi di masa depan telah memaksa investor untuk menjual dan, tidak mengherankan banyak orang yang lari menuju ‘pintu’ kecil,” kata Guillermo Hernandez Sampere, kepala perdagangan manajer aset MPPM.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun, yang menjadi tolok ukur global, telah meningkat sekitar 30 basis poin pada minggu ini. Pasar obligasi secara global juga mengalami hal yang sama, dengan biaya pinjaman lima tahun di Jepang yang meningkat ke level tertinggi dalam satu dekade dan imbal hasil kredit dolar tingkat investasi China mencapai puncaknya dalam 11 bulan. Di Eropa, imbal hasil obligasi Jerman naik sekitar 5 basis poin, tertinggi sejak 2011.
Lebih lanjut, dampak penurunan obligasi telah menyebar ke seluruh kelas aset. Harga minyak mentah AS merosot kembali ke bawah US$89 per barel, dan mata uang global melemah akibat penguatan baru dolar.
Ketika greenback naik ke level tertinggi baru dalam 10 bulan terhadap sekeranjang mata uang negara-negara Kelompok Sepuluh, spekulasi berkembang mengenai intervensi Jepang untuk menstabilkan yen.
Adapun Taiwan berjanji untuk melakukan tindakan moderat jika diperlukan terhadap mata uangnya, sementara pihak berwenang Indonesia mengatakan mereka membeli obligasi untuk menstabilkan rupiah.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah hari ini ditutup melemah 54 poin atau 0,36 persen menuju level Rp15.634 per dolar AS.