Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke level Rp15.433 pada perdagangan hari ini, Selasa, (26/9/2023). Pelemahan rupiah seiring dengan mayoritas mata uang Asia lainnya yang juga ikut terkoreksi, sementara itu dolar AS terpantau masih kokoh.
Nilai tukar rupiah hari ini berpotensi tertekan akibat meningkatnya permintaan terhadap dolar AS di tengah pelemahan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Selasa, (26/9/2023) pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka melemah 0,20 persen atau 31 poin ke level Rp15.433 per dolar AS, setelah ditutup lesu pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat tipis 0,02 persen ke posisi 106,01 pada pagi ini.
Adapun, mayoritas mata uang Asia lain juga mengalami pelemahan. Misalnya, dolar Singapura melemah 0,06 persen, yen Jepang melemah 0,04 persen, dolar Hongkong melemah 0,07 persen, dan dolar Taiwan melemah 0,11 persen.
Selanjutnya, won Korea juga turun paling dalam 0,41 persen, diikuti peso Filipina yang melemah 0,18 persen, rupee India turun 0,25 persen, dan baht Thailand turun 0,37 persen.
Sementara itu, mata uang kawasan Asia yang masih kebal terhadap dolar AS yaitu hanya yuan China yang menguat 0,06 persen, sedangkan ringgit Malaysia terpantau stagnan.
Baca Juga
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan nilai tukar rupiah hari ini cenderung fluktuatif namun berpeluang ditutup melemah di rentang Rp15.390 hingga Rp15.450 per dolar AS.
Adapun, dolar AS mendapat dorongan usai pertemuan The Fed minggu lalu, setelah memberi sinyal hawkish bahwa suku bunga akan lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Hal ini sangat kontras dengan negara-negara lain di Inggris dan Swiss yang menghentikan siklus kenaikan suku bunga, sementara Bank of Japan mempertahankan kebijakan moneternya yang sangat akomodatif. Hal ini mengikuti nada yang relatif dovish dari Bank Sentral Eropa pada minggu sebelumnya," ujarnya dalam riset, dikutip Selasa (26/9/2023).
Tak hanya itu, kekhawatiran baru muncul dari pasar properti China yang terlilit utang. Raksasa real estat China, Evergrande Group memperingatkan bahwa mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena penyelidikan pemerintah terhadap anak perusahaannya Hengda Real Estate Group.
Hal ini memicu kekhawatiran atas pembekuan utang yang lebih luas di pasar, yang sudah terguncang akibat krisis uang tunai yang parah selama tiga tahun terakhir.
Sedangkan dari sentimen dalam negeri, pasar terus memantau perkembangan tentang utang pemerintah Indonesia yang terus meningkat. Posisi utang pemerintah hingga 31 Agustus 2023 mencapai Rp7.870,35 triliun.
Jumlah utang pemerintah itu naik Rp633,74 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) dan naik Rp14,82 triliun dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Ibrahim mengatakan, utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,88 persen atau sebesar Rp6.995,18 triliun dan sisanya pinjaman 11,12 persen atau sebesar Rp875,17 triliun.