Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Pesta, Saham Tesla Melambung 10 Persen

Saham-saham teknologi termasuk Tesla mencetak keuntungan menjelang data inflasi AS. Wall Street melenggang di zona hijau.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street New York berakhir di zona hijau pada perdagangan Senin (11/9/2023) waktu setempat. Saham-saham teknologi mencetak keuntungan menjelang data inflasi AS yang akan membantu pandangan pasar mengenai seberapa dekat Federal Reserve mengakhiri era kenaikan suku bunga.

Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (12/9/2023), indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,25 persen atau 87,13 poin ke 34.663,72, S&P 500 naik 0,67 persen atau 29,97 poin ke 4.487,46, dan Nasdaq melejit 1,14 persen atau 156,37 poin ke 13.917,89.

Saham Tesla Inc. menguat 10 persen karena Morgan Stanley mengatakan superkomputer Dojo milik perusahaan Elon Musk tersebut dapat meningkatkan nilai Tesla hingga US$500 miliar.

Saham Qualcomm Inc. naik setelah Apple Inc. memperpanjang kesepakatan dengan pembuat chip tersebut. Para investor juga menunggu peluncuran produk terbaru iPhone pada Selasa. Saham Charter Communications Inc. melonjak setelah mencapai kesepakatan dengan Walt Disney Co. untuk mengakhiri pemadaman saluran ESPN bagi jutaan pelanggan TV berbayar.

Para pedagang juga terus mencermati negosiasi antara United Auto Workers (UAW) dan produsen mobil untuk mencegah pemogokan kerja, dengan pemerintahan Biden mengerahkan pejabat tinggi untuk membantu memfasilitasi pembicaraan tersebut. Serikat pekerja UAW menyatakan siap untuk bernegosiasi siang dan malam dengan General Motors Co., Ford Motor Co. dan Stellantis NV untuk mencapai kesepakatan hingga batas waktu 14 September 2023.

Ekspektasi inflasi konsumen AS sebagian besar stabil untuk Agustus 2023, namun sektor rumah tangga semakin khawatir terhadap keuangan mereka dan menjadi lebih pesimis terhadap pasar kerja, menurut survei Fed Bank di New York.

Laporan indeks harga konsumen pada Rabu akan memberikan wawasan terbaru mengenai seberapa jauh tindakan The Fed untuk menarik inflasi kembali ke targetnya.

“Minggu ini lebih cenderung menjadi cerita ‘kabar baik itu baik, berita buruk itu buruk’,” kata Chris Larkin, direktur pelaksana perdagangan dan investasi di E*Trade dari Morgan Stanley, mengutip Bloomberg.

Menurut ahli strategi Morgan Stanley, Michael Wilson, pasar berada dalam siklus yang terlambat – saat The Fed diperkirakan akan menghentikan sementara atau membalikkan sikap kebijakannya yang hawkish – dan faktor-faktor investasi saham yang lebih konservatif, seperti kas yang tinggi dan utang yang rendah, sudah mulai berkinerja lebih baik. Ia menegaskan kembali pandangannya bahwa pasar saham belum mencerminkan risiko resesi.

Bullishness relatif tinggi sementara The Fed masih belum mencapai target inflasinya,” tulis John Stoltzfus, kepala strategi investasi di Oppenheimer & Co.

Dia mengatakan investor harus mengekang antusiasme mereka terhadap jeda suku bunga yang panjang atau bahkan penurunan suku bunga dan sebagai gantinya menyesuaikan ekspektasi.

Sekitar 26 persen responden dalam survei MLIV Pulse terbaru mengatakan mereka berencana mengurangi eksposur mereka terhadap saham-saham AS selama bulan depan. Jumlah tersebut dua kali lipat dari jumlah mereka yang berencana membeli. Hanya 13 persen responden mengatakan mereka mungkin memperluas investasi sahamnya.

Greenback melemah setelah mengalami tren bullish karena bank sentral terbesar di Asia menargetkan reli baru-baru ini dengan cara yang berbeda. Bank Rakyat Tiongkok memberikan peringatan keras kepada spekulator untuk menghindari destabilisasi yuan, sementara kepala Bank Sentral Jepang mengambil pendekatan yang lebih halus dalam mengisyaratkan kemungkinan perubahan kebijakan pada akhirnya, sehingga membuat yen menguat hampir 1 persen. 

Bitcoin turun ke level terendah sejak Juni. Kripto terbesar di dunia itu membentuk apa yang disebut pola death cross, di mana rata-rata pergerakan 50 hari turun di bawah penanda 200 hari. Perpotongan seperti ini biasanya menandakan hilangnya momentum jangka pendek dan tekanan jual lebih lanjut di masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper