Bisnis.com, JAKARTA -- Emiten-emiten CPO mencatatkan penurunan kinerja sepanjang semester I/2023. Penjualan dan laba bersih emiten-emiten CPO tercatat menurun sepanjang semester I/2023.
Seperti misalnya emiten CPO Grup Salim, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) misalnya mencatatkan penurunan pendapatan 7,98 persen menjadi Rp1,88 triliun, dari Rp2,04 triliun secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Laba bersih LSIP juga tergerus 69,66 persen secara tahunan menjadi Rp166,5 miliar, dari Rp548,7 miliar di semester I/2022.
Emiten CPO Grup Salim selanjutnya adalah SIMP yang turun 5,75 persen dari Rp8,07 triliun di semester I/2022, menjadi Rp7,6 triliun di semester I/2023.
Laba bersih SIMP juga tergerus 70,89 persen secara tahunan dari Rp441 miliar di semester I/2022, menjadi Rp128,5 miliar di semester I/2023.
Begitu pula dengan emiten CPO Grup Astra yakni PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) yang mencatatkan penurunan 14,35 persen menjadi Rp9,39 triliun di semester I/2023. Pendapatan AALI turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp10,96 triliun.
Baca Juga
Laba bersih AALI juga turun 54,58 persen menjadi Rp367,5 miliar, dari Rp809,3 miliar secara tahunan.
Sementara itu, penurunan kinerja terdalam dialami PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) yang pendapatannya turun hingga 20,36 persen secara tahunan. Pendapatan ANJT turun menjadi US$114,7 juta, dari US$144,14 juta.
ANJT mencatatkan rugi bersih US$4,66 juta di semester I/2023, dari US$19,5 juta di semester I/2022.
Meski kinerja paruh pertama menurun, Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan menjelaskan, untuk industri CPO terdapat beberapa dinamika yang akan terjadi seperti harga yang terlihat sudah mulai meningkat saat ini.
"Selain itu, produksi dalam beberapa bulan mendatang kemungkinan akan terganggu karena efek kekeringan dari El Nino," ujar Darmawan kepada Bisnis, dikutip Minggu (3/9/2023).
Darmawan menjelaskan harga CPO yang meningkat ini juga dipengaruhi oleh harga minyak nabati global, termasuk rapeseed sunflower dan soybean oil yang juga meningkat. Harga kedua komoditas ini menurut Darmawan meningkat atas dasar sentimen dan kondisi pada saat ini yang produksinya juga terganggu karena El-nino.
"Dilihat dari nature-nya saat ini harga dari CPO global dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya masih relatif lebih rendah, maka ada kemungkinan permintaan atas CPO juga akan meningkat," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, apabila mengombinasikan permintaan yang meningkat dengan produksi yang menurun, maka harga CPO relatif akan cenderung meningkat. Efeknya, kata dia, sekilas akan menguntungkan dari segi harga jual untuk para perusahaan sawit.