Bisnis.com, JAKARTA — Potensi serapan obligasi korporasi dinilai masih positif terlepas dari munculnya sentimen gagal bayar oleh beberapa BUMN Karya. Kepemilikan obligasi korporasi pada sejumlah kelompok juga tercatat meningkat.
Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin mengemukakan minat investasi di pasar surat utang korporasi didorong oleh kebutuhan untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi daripada obligasi pemerintah, tetapi dengan tingkat risiko yang dapat ditoleransi.
Minat investor ini juga tecermin pada perubahan kepemilikan obligasi sepanjang Januari—Juli 2023. Selama periode tersebut, Pefindo mencatat beberapa investor meningkatkan kepemilikan di pasar surat utang korporasi.
“Contohnya adalah asuransi. Kepemilikan mereka di surat utang korporasi meningkat menjadi Rp123,5 triliun di Juli 2023 dari Rp118,4 triliun di Desember 2022 atau bertambah Rp5,1 triliun dalam tujuh bulan pertama. Demikian juga, bank menambah kepemilikan sebesar Rp4,0 triliun menjadi Rp109,6 triliun di tengah likuiditas yang ample,” kata Ahmad dalam keterangan tertulis kepada Bisnis, Selasa (8/8/2023).
Di sisi lain, gagal bayar BUMN Karya dinilai Ahmad bisa jadi mempengaruhi selera dan preferensi investor dalam berinvestasi di obligasi korporasi. Dia memperkirakan investor akan lebih berhati-hati dalam mengalokasikan investasi.
Selain melihat peringkat, investor juga mendiversifikasi berdasarkan sektor untuk mengurangi eksposur risiko.
Baca Juga
Secara tahun berjalan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat realisasi emisi obligasi dan sukuk korporasi mencapai Rp74,1 triliun dari 47 perusahaan. Realisasi tersebut hampir separuh dari realisasi setahun penuh pada 2022 yakni Rp156,33 triliun.
Maraknya penerbitan obligasi dan sukuk korporasi juga mendapatkan dukungan dari kondisi pasar surat utang yang menguat. Hal itu tecermin dari imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) acuan tenor 10 tahun pada kisaran 6,3 persen dan berpotensi melandai ke 6,1 persen.