Bisnis.com, JAKARTA – Subholding PTPN, PalmCo yang di gadang-gadang akan melantai di Bursa Efek Indonesia akhir 2023 nyatanya hingga detik ini, PalmCo belum menyerahkan dokumen apa pun ke Bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima dokumen terkait rencana pernawaran umum perdana saham (IPO/Initial Public Offering) Palm Co.
“Ada beberapa perusahaan BUMN dan anak usahanya [di pipeline], tapi yang disebutkan tadi [PalmCo] kami belum terima dokumennya,” katanya kepada wartawan, Senin (24/7/2023).
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, hajatan Penawaran Perdana Saham calon emiten BUMN PalmCo hingga saat ini masih menunggu penggabungan anak usaha perkebunan kelapa sawit. Rencananya, holding perkebunan tersebut akan IPO pada akhir tahun ini dengan target perolehan dana hingga Rp10 triliun.
Wakil Menteri BUMN II saat itu Kartika Wirjoatmodjo mengatakan saat ini rencana IPO PalmCo sedang menunggu penggabungan perkebunan kelapa sawit PTPN dan diharapkan akan melantai di Bursa Efek Indonesia akhir 2023 hingga awal tahun 2024.
Kabar terbaru adalah PT Perusahaan Nusantara III atau PTPN III sedang menyelesaikan proses penggabungan empat anak usaha perkebunan menjadi subholding PalmCo pada Juni lalu.
Baca Juga
Selanjutnya, PalmCo ditargetkan untuk menggelar penawaran umum perdana saham pada akhir 2023 dengan perkiraan target dana sekitar Rp5 triliun-Rp10 triliun.
Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan PalmCo tengah menunggu persetujuan resmi dari kreditur pada Juni ini yang akan membuka jalan untuk proses IPO. Adapun PT Mandiri Sekuritas, DBS, BNP Paribas, dan CIMB ditunjuk sebagai penjamin emisi IPO tersebut.
“Layaknya balapan mobil, kita sudah berdiri di garis start, hanya menunggu bendera hijau untuk tancap gas,” kata Mohammad Abdul Ghani, mengutip Bloomberg, Senin (12/6/2023).
Ghani belum menyebut detail target IPO tersebut. Namun, pada tahun lalu, perseroan disebut mengincar dana IPO pada kisaran Rp5 triliun hingga Rp10 triliun dengan melepas 20 persen saham ke publik.