Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 43 calon emiten masuk dalam antrean IPO di Bursa Efek Indonesia pada 2023. Sejumlah 11 perusahaan memiliki aset besar di atas Rp250 miliar.
Direktur Penilaian Perusahan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan per 21 Juli 2023 terdapat 43 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
Klasifikasinya yaitu 6 perusahaan aset skala kecil atau di bawah Rp50 miliar, 26 perusahaan aset skala menengah Rp50 miliar-Rp250 miliar dan sebanyak 11 perusahaan memiliki aset skala besar diatar Rp250 miliar.
“Sampai dengan 21 Juli 2023 telah tercatat 49 Perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dana dihimpun Rp44,9 triliun,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (22/7/2023).
Sejumlah 43 perusahaan tersebut menurut sektornya didominasi oleh konsumer siklikal 34,62 persen atau sebanyak 9 perusahaan, konsumer non siklikal sebanyak 26,92 persen atau 7 perusahaan, sektor energi dan masic material masing-masing 19,23 persen atau 5 perusahaan.
Adapun properti dan real estate sebanyak 4 perusahaan ,industrial dan healthcaare sebanyak 2 perusahan. Selanjutnya ada sektor infrastruktur 3 perusahaan, sektor Teknologi 3 perusahaan, dan sektor transportasi dan logistik berjumlah 3 perusahaan.
Baca Juga
Sementara dalam pipeline right issue, terdapat 19 perusahaan tercatat dalam pipeline right issue BEI dengan rincian sektor konsumer siklikal mendominasi sebesar 33,33 persen atau sebanyak 7 perusahaan, disusul sektor finansial sebesar 25 persen atau sebanyak 6 perusahaan.
Selanjutnya sektor consumer non-cyclicals dan energi masing-masing sebesar 20,83 persen atau sebanyak 5 perusahaan. Adapun sektor infrastruktr dan transportasi sebanyak 1 perusahaan.
Per tanggal 21 Juli 2023 telah terdapat 19 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan right issue dengan total nilai Rp32,5 triliun.
Sementara untuk penerbitan obligasi korporasi, Nyoman mengatakan sampai dengan 21 Juli 2023 terdapat 15 emisi dari 10 penerbit EBUS yang sedang berada dalam pipeline dengan didominasi oleh sektor basic material sebanyak 9 perusahaan atau 69,23 persen.
Sisanya adalah sektor industri sebanyak 15,38 persen atau 2 perusahaan, sektor energi 2 perusahaan, sektor infrastruktur sebanyak 1 perusahaan dan 1 perusahaan untuk sektor teknologi dan transportasi.
“Hingga saat ini, telah diterbitkan 64 emisi dari 46 penerbit EBUS dengan dana yang dihimpun sebesar Rp73,5 triliun,” jelasnya.
Aksi pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO) pada 2023 cukup semarak, tecermin dari peningkatan jumlah dan nilai penggalangan dana yang meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu.
Berdasarkan data statistik mingguan pasar modal yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan pekan keempat Juni 2023, sudah ada 41 perusahaan resmi melantai di bursa dengan penggalangan dana sebesar Rp43,76 triliun.
Jumlah dan nilai penggalangan dana itu melonjak signifikan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Pada pekan keempat Juni 2022, hanya ada 19 perusahaan yang melantai di bursa dengan nilai sebesar Rp17,73 triliun.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus menuturkan IPO menjadi opsi murah bagi perusahaan untuk menggalang pendanaan, ketika kondisi dunia masih diliputi tingginya inflasi dan tingkat suku bunga, serta bayang-bayang resesi.
Kendati demikian, Indonesia masih mampu bertahan bahkan mampu menjadi salah satu negara yang mampu menjaga denyut pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Hal ini yang akhirnya membuat perusahaan berupaya mencari alternatif pendanaan.
“Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang juga berusaha mencari alternatif pendanaan, meskipun di tengah situasi dan kondisi tidak pasti,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (21/7/2023).
Jika dicermati, Nicodemus menyampaikan bahwa saat ini terdapat dua opsi alternatif untuk meraih pendanaan di pasar modal, yakni melalui penerbitan saham dan obligasi.
Jika berbicara obligasi, lanjutnya, erat kaitannya dengan inflasi dan tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga tinggi, penerbitan obligasi harus disertai dengan tingginya kupon yang akhirnya membuat cost of fund menjadi mahal.
Begitu pula dengan pinjaman di perbankan. Tingkat suku bunga yang tinggi membuat perusahaan enggan untuk mengajukan pinjaman dana ke perbankan. Alhasil, IPO menjadi salah satu opsi murah bagi perusahaan menggalang dana.
“IPO dipandang salah satu cara yang paling murah untuk mendapatkan pendanaan untuk saat ini. Hal inilah yang membuat penerbitan IPO kian semakin marak,” tuturnya.