Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Deretan Proyek Diversifikasi Emiten Batu Bara, dari ADRO hingga PTBA

Emiten batu bara mulai dari Adaro Energy Indonesia (ADRO) hingga Bukit Asam (PTBA) berlomba melakukan diversifikasi ke bisnis non-batu bara.
Tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Reuters-Dwi Oblo
Tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan/Reuters-Dwi Oblo

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten-emiten batu bara mulai dari ADRO hingga PTBA berlomba memacu diversifikasi bisnis. Diversifikasi tersebut dilakukan ke berbagai macam sektor, mulai dari nikel, hingga crude palm oil (CPO).

Beberapa emiten tercatat telah memulai diversifikasinya sejak beberapa tahun ke belakang. Sementara itu, sebagian lainnya baru mulai merencanakan diversifikasi bisnis.

Bisnis merangkum beberapa proyek diversifikasi yang sedang dan akan dilakukan emiten batu bara. Berikut adalah daftarnya:

1. PT Adaro Energy Tbk. (ADRO)

Adaro atau ADRO tercatat menjadi salah satu emiten yang getol melakukan diversifikasi bisnis nonbatu bara. Diversifikasi ini dilakukan oleh berbagai anak usaha ADRO. 

Sebelumnya, Presiden Direktur ADRO Garibaldi 'Boy' Thohir menuturkan ADRO memiliki tiga pilar pengembangan usaha, yaitu di energi batu bara, di sektor mineral melalui produksi aluminium, kolaborasi dengan PT Merdeka Copper & Gold Tbk. (MDKA) untuk masuk ke sektor nikel, bauksit, hingga tembaga, dan pilar terakhir, Adaro Green Energy, dengan pengembangan usaha pada sektor hydro, solar, dan lain-lain.

Di Adaro Power misalnya, ADRO mengembangkan beberapa proyek pembangkit listrik strategis dan juga proyek energi terbarukan seperti Solar PV dan pembangkit listrik tenaga hydro. Di sisi lain, ADRO juga mengembangkan smelter aluminium di Kalimantan Utara.

2. PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA)

Emiten batu bara terafiliasi Pandu Sjahrir, TOBA tercatat aktif melakukan diversifikasi ke energi hijau. TOBA menganggarkan investasi senilai US$500 juta atau setara Rp7,6 triliun untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik melalui Electrum yang merupakan joint venture bersama PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO). 

Pendanaan senilai US$500 juta tersebut akan dibagi yakni sebesar US$150 juta untuk sektor EBT, dan US$350 juta untuk EV. Menurutnya, dana senilai US$500 juta ini akan didapatkan dari arus kas internal, pinjaman bank, dan dari pasar modal.

Adapun untuk tahun ini, TOBA akan menganggarkan belanja modal sebesar US$50-US$60 juta untuk 2023, yang akan diserap oleh bisnis EBT dan motor listrik TOBA.

3. PT Indika Energy Tbk. (INDY)

Indika Energy atau INDY menjadi salah satu perusahaan yang juga gencar melakukan diversifikasi ke bisnis nonbatu bara. INDY menuturkan akan mengalokasikan dana hingga lebih dari US$900 juta hingga 2025 untuk investasi dan pengembangan bisnis non-batu bara. 

Pada 2023, INDY menganggarkan belanja modal untuk anak usahanya Ilectra Motor Group (IMG) yang mengembangkan kendaraan listrik dan ekosistemnya mencapai US$17,8 juta. Kemudian untuk EMITS yang mengembangkan solusi tenaga surya mencapai US$50 juta, dan Indika Nature yang mengembangkan solusi berbasis alam mencapai US$21,3 juta.

INDY juga melakukan diversifikasi pada bidang mineral melalui tiga perusahaan, yakni PT Masmindo Dwi Area, PT Mekko Metal Mining, dan PT Rockgeo Energi Nusantara. Masing-masing perusahaan tersebut bergerak pada bidang emas, bauksit, dan trading nikel.

Harum Energy (HRUM) hingga Bukit Asam (PTBA)

4. PT Harum Energy Tbk. (HRUM)

Emiten batu bara milik Kiki Barki Harum Energy atau HRUM tercatat aktif melebarkan sayapnya ke bisnis nikel. Bahkan, HRUM menargetkan pada 2 atau 3 tahun ke depan, bisnis nikel dapat berkontribusi hingga 50 persen ke total laba HRUM. 

Harum melakukan produksi nikel melalui PT Infei Metal Industry (IMI) dan PT Westrong Metal Industry (WMI). Selain produksi tambang, kedua anak usaha ini juga mengoperasikan smelter nikel dengan total kapasitas sekitar 84.000 ton per tahun.

HRUM pun akan terus menjajaki peluang ekspansi di sektor nikel, baik hulu maupun hilir. Ekspansi ini dilakukan untuk menambah sumber daya yang dimiliki HRUM, dan di saat yang sama melakukan ekspansi ke industri pengolahan. 

5. PT ABM Investama Tbk. (ABMM)

Emiten portofolio investor kawakan Lo Kheng Hong, ABM Investama atau ABMM menyampaikan akan terus melihat peluang diversifikasi yang tersedia di pasar, salah satunya di sektor perkebunan sawit atau sektor CPO.

ABMM memang belum memulai diversifikasinya. Akan tetapi, manajemen ABMM menuturkan terus melihat potensi diversifikasi dan akuisisi di sektor sawit, metal, dan juga akuisisi tambang batu bara. 

6. PT Bukit Asam Tbk. (PTBA)

Emiten batu bara pelat merah Bukit Asam atau PTBA juga aktif melakukan diversifikasi. Salah satu proyek diversifikasi yang akan dilakukan PTBA adalah pengembangan infrastruktur hydrogen fuel berskala besar di wilayah operasi PTBA, sebagai upaya pengurangan emisi karbon.

Selain itu, PTBA juga melakukan sinergi dengan pengelola jalan tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 400 kilowatt-peak (kWp) di Jalan Tol Jasa Marga Group. 

Sebelumnya, PTBA telah melakukan pembangunan PLTS Jalan Tol Bali Mandara yang diresmikan pada 21 September 2022 lalu untuk menyambut pergelaran KTT G20 saat itu.  

PTBA juga telah membangun PLTS di Bandara Soekarno Hatta melalui kerja sama dengan PT Angkasa Pura II (Persero). PLTS ini telah beroperasi penuh sejak 1 Oktober 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper