Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 41 emiten yang berpotensi dihapus pencatatannya dari lantai bursa atau delisting hingga April 2024. Simak beberapa hal yang dapat dilakukan investor jika dana invetasi nyangkut pada emiten berisiko delisting.
Delisting merupakan kata yang tidak terdengar asing di dunia pasar modal khususnya saham. Bagi anda yang pernah berinvestasi di pasar modal, tentu seharusnya sangat familiar dengan istilah delisting saham.
Berinvestasi pada saham tentu memiliki potensi risiko. Salah satu risiko berinvestasi ialah delisting saham atau emiten.
Mengutip web Otoritas Jasa Keuangan (OJK), delisting saham yaitu merupakan penghapusan suatu emiten di bursa saham secara resmi yang dilakukan langsung oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Artinya saham yang sebelumnya terdaftar dan dapat diperjualbelikan di BEI akan di hapus dari perusahaan publik sehingga sahamnya tidak dapat lagi diperdagangkan secara bebas di BEI.
Jenis Delisting
Baca Juga
Pada dasarnya, berdasarkan pengajuan keputusannya, delisting saham terbagi menjadi dua jenis yaitu delisting sukarela (voluntary delisting) dan delisting paksa (force delisting).
Artinya dalam mengambil keputusan delisting saham, bisa dilakukan oleh emiten terkait, atau langsung dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), karena keduanya memiliki alasan masing masing dalam mengambil keputusan tersebut.
Delisting sukarela (voluntary delisting) merupakan delisting yang diambil secara sukarela, atau diajukan dari emiten terkait karena suatu alasan. Biasanya delisting ini terjadi karena emiten telah berhenti mengoprasikan kegiatannya, bangkrut, tidak memenuhi persyaratan otoritas bursa, atau ingin mengubah perusahaan menjadi saham perusahaan tertutup.
Dalam prosesnya, para pemegang saham akan menerima hak hak yang diberikan sebagai pemegang saham, karena emiten tetap berkewajiban untuk menyerap saham di public pada harga yang sewajarnya.
Contoh perusahaan yang melakukan (voluntary delisting) ialah perusahaan minuman kemasan PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA), pengelola retail Carrefour, PT Alfa Retailindo Tbk. (ALFA), dan terbaru produsen rokok asal Malang, Jawa Timur, PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA).
Berikutnya delisting paksa (force delisting) atau sebuah delisting yang dapat terjadi karena perusahaan publik melanggar sebuah aturan dan gagal memenuhi ketentuan keuangan minimum yang ditetapkan oleh otoritas bursa. Delisting ini langsung dilakukan oleh pihak yang berwajib, atau pihak Bursa Efek Indonesia (BEI).
Delisting ini biasanya terjadi karena emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan yang masih menjadi pertanyaan, serta tidak adanya kejelasan yang diberikan emiten paling lama 24 bulan.
Apa yang harus dilakukan investor pemegang saham delisting?
Pada dasarnya, seorang investor atau pemegang saham dari emiten yang melakukan delisting atau terpaksa karena bangkrut, akan tetap memiliki hak terhadap jumlah investasi atau saham yang dimilikinya. Namun proses tersebut bukan lah hal yang mudah. Dalam prosesnya hal tersebut harus melalui penetapan dari pengadilan atau pihak yang berwajib.
Biasanya pengadilan akan meminta emiten terkait untuk menjual seluruh aset yang tersedia dalam memenuhi kewajiban perusahaan atau membayarkan utang.
Terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan investor ketika saham perusahaan investasinya mengalami force delisting.
Pertama, investor dapat menjual saham tersebut pada pasar negosiasi, atau sebuah pasar yang dimana efek diperdagangkan secara negosiasi atau tawar menawar. Negosiasi yang dilakukan biasanya bersifat individualis, namun pada penerapannya segala proses jual beli harus tetap melalui perusahaan sekuritas.
Kedua, investor bisa membiarkan sahamnya. Walau dengan presentasi kemungkinan yang sangat kecil, sebuah emiten yang terpaksa delisting dapat tetap menjadi perusahaan publik dan dapat kembali relisting dan kepemilikan terhadap saham perusahaan tersebut masih tetap ada.
Namun, biasanya perusahaan yang secara terpaksa mendapatkan delisting, merupakan perusahaan yang berada dalam masalah yang cukup besar, dan sahamnya tidak memiliki nilai.
Ketiga, investor dapat kembali menjual saham ke emiten yang menerbitkan saham tersebut. Menurut peraturan OJK atau POJK No. 3/POJK.04/2021 mengenai penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, OJK bertanggung jawab untuk melindungi ritel di pasar modal, mendisiplinkan emiten dan mengakomodir hal hal baru maupun perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global.
Salah satu dari perlindungan tersebut adalah emiten berkewajiban untuk membeli kembali (buyback) saham dari para investor apabila akan delisting sehingga terdapat jalur/sarana bagi investor untuk menjual kembali saham yang dimiliki.
Untuk menghindari kerugian akibat delisting saham paksa, investor dapat melakukan sebuah mini riset terhadap suatu perusahaan. Peruasahaan yang memiliki popularitas dan fundamental yang baik sejak awal merupakan sebuah pertimbangan yang harus dimiliki oleh investor yang akan berinvestasi.
Investor juga dapat memilih perusahaan yang memiliki kapitalisasi yang besar dengan keuntungan serta keterjaminan dan keamanan yang lebih aman.
Sebagai infromasi, BEI melaporkan bahwa 41 emiten tersebut telah disuspensi lebih dari 6 bulan. Secara regulasi, suspensi saham hanya berlaku maksimal selama 24 bulan.
Saham emiten BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), misalnya, telah disuspensi sejak 8 Mei 2023. Terbaru, BEI kembali menghentikan sementara perdagangan efek WSKT di seluruh pasar pada Kamis (16/5/2024). Ini dikarenakan perseroan gagal membayar utang obligasi jatuh tempo.
Utang tersebut berasal dari Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B senilai Rp1,36 triliun, dengan bunga tetap 9,75% per tahun. Surat utang ini memiliki jangka waktu lima tahun, dengan masa jatuh tempo 16 Mei 2024.
Direktur Utama Waskita Karya Muhammad Hanugroho mengungkapkan bahwa pada 15 Mei 2024, perseroan tidak dapat melakukan penyetoran dana kepada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) selaku agen pembayaran.
“Adapun hal tersebut dilakukan sehubungan dengan kondisi perseroan yang masih dalam proses pengusulan persetujuan restrukturisasi PUB III Tahap IV Tahun 2019, yang prosesnya telah berjalan sejak 2023,” ujarnya dalam surat kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Saham lain yang berpotensi dihapus adalah PT Jaya Bersama Indo Tbk. (DUCK). DUCK merupakan perusahaan jaringan restoran China yaitu Duck King yang perdana dibuka di Jakarta Selatan sejak 2003, dan memiliki 32 gerai di seluruh Indonesia.
Emiten berkode ticker DUCK itu perdana melantai di BEI pada 10 Oktober 2018, dengan kepemilikan saham masyarakat sebanyak 1,11 miliar saham atau setara 86,99 persen.
Ada pula PT Sinergi Megah Internusa Tbk. (NUSA) emiten milik terpidana kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri, Benny Tjokro. Salah satu aset NUSA yang disita oleh Kejaksaan Agung terkait kasus Asabri adalah Lafayette Boutique Hotel.
NUSA perdana IPO pada 12 Juli 2018, dengan harga IPO Rp150 per saham. Benny Tjokro tercatat sebagai komisaris utama dan pengendali NUSA dengan kepemilikan saham 3,01% atau 231,69 juta, sedangkan kepemilikan masyarakat sebesar 80,71% atau 6,21 miliar saham.
BEI turut mengumumkan potensi delisting terhadap saham PT Nipress Tbk. (NIPS) yang memiliki afiliasi dengan Garibaldi ‘Boy’ Thohir dan PT HK Metals Utama Tbk. (HKMU), emiten terafiliasi dengan pesohor Ricky Harun.
Berdasarkan data 31 Januari 2023, pemegang saham NIPS adalah PT Trimegah Sekuritas Tbk. (TRIM) dengan kepemilikan sebesar 12%. Sebagaimana diketahui, Trimegah Sekuritas dikendalikan oleh Boy Thohir yang memiliki 34,56% saham TRIM.
Adapun saham HK Metals atau HKMU telah disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2023, Ricky Harun atau Ricky Childnady Pratama tercatat sebagai komisaris perusahaan.
Daftar 41 emiten terancam delisting:
1. PLAS – PT Polaris Investama Tbk
2. TRIL – PT Triwira Insanlestari Tbk
3. LCGP – PT Eureka Prima Jakarta Tbk.
4. JKSW – PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
5. HDTX – PT Panasia Indo Resources Tbk
6. SUGI – PT Sugih Energy Tbk
7. NIPS – PT Nipress Tbk
8. ARMY – PT Armidian Karyatama Tbk
9. MYRX – PT Hanson International Tbk
10. TRAM – PT Trada Alam Minera Tbk.
11. SMRU – PT SMR Utama Tbk
12. IIKP – PT Inti Agri Resources Tbk
13. HOME – PT Hotel Mandarine Regency Tbk
14. RIMO – PT Rimo International Lestari Tbk.
15. SKYB – PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk.
16. SIMA – PT Siwani Makmur Tbk
17. POOL – PT Pool Advista Indonesia Tbk
18. COWL – PT COWELL DEVELOPMENT Tbk
19. NUSA – PT Sinergi Megah Internusa Tbk
20. MTRA – PT Mitra Pemuda Tbk.
21. KRAH – PT Grand Kartech Tbk
22. OCAP – ONIX CAPITAL Tbk
23. TRIO – Trikomsel Oke Tbk
24. POSA – PT Bliss Properti Indonesia Tbk.
25. ENVY – PT Envy Technologies Indonesia Tbk
26. UNIT – PT Nusantara Inti Corpora Tbk
27. TDPM – PT Tridomain Performance Materials Tbk.
28. SRIL – PT Sri Rejeki Isman Tbk
29. MAMI – Mas Murni Indonesia Tbk
30. KPAL – PT Steadfast Marine Tbk
31. FORZ – PT Forza Land Indonesia Tbk.
32. DUCK – PT Jaya Bersama Indo Tbk.
33. DEFI – PT Danasupra Erapacific Tbk
34. MAGP – PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk
35. PURE – PT Trinitan Metals and Minerals Tbk
36. LMAS – PT Limas Indonesia Makmur Tbk
37. JSKY – PT Sky Energy Indonesia Tbk.
38. HOTL – PT Saraswati Griya Lestari Tbk
39. MTFN – PT Capitalinc Investment Tbk
40. WSKT – PT Waskita Karya (Persero) Tbk
41. HKMU – PT HK Metals Utama Tbk
Sumber: Laporan Bursa Efek Indonesia
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.