Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas tergelincir lagi pada akhir perdagangan Rabu pagi WIB terkoreksi tiga hari karena data inflasi AS sejalan dengan ekspektasi pasar.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi Comex New York Exchange, merosot 0,56 persen ditutup pada US$1.958,60 per ounce, setelah menyentuh level tertinggi sesi di US$1.985,90 dan terendah di US$1.954,10.
Emas berjangka tergelincir 0,38 persen menjadi US$1.969,70 dolar AS pada Senin (12/6/2023), setelah melemah 0,07 persen menjadi US$1.977,20 pada Jumat (9/6/2023), dan melonjak 1,03 persen menjadi US$1.978,60 dolar AS pada Kamis (8/6/2023).
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Selasa (13/6/2023) bahwa indeks harga konsumen (IHK) AS naik hanya 0,1 persen pada Mei dan 4,0 persen dari setahun lalu, level terendah dalam sekitar dua tahun. Tidak termasuk makanan dan energi, IHK inti masing-masing naik 0,4 persen dan 5,3 persen.
Dengan semua angka yang sejalan dengan perkiraan pasar, para pedagang memperkirakan peluang hampir 100 persen bahwa Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga pada Rabu waktu setempat.
Federasi Nasional Bisnis Independen (NFIB) melaporkan pada Selasa (13/6/2023) bahwa Indeks Optimisme Bisnis Kecil naik 0,4 poin menjadi 89,4 pada Mei. Itu adalah bulan ke-17 berturut-turut bahwa indeks bertahan di bawah rata-rata selama 49 tahun di 98.
Baca Juga
Emas telah kesulitan untuk keluar dari kisaran perdagangan yang ketat selama tiga minggu terakhir, di tengah beragam isyarat pada ekonomi global dan kebijakan moneter AS.
Investor sedang menunggu kesimpulan dari pertemuan dua hari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Rabu waktu setempat, dengan mayoritas peserta condong ke arah jeda dalam siklus kenaikan suku bunga bank sentral.
Keputusan suku bunga dari Bank Sentral Jepang (BoJ) dan Bank Sentral Eropa (ECB) juga akan dirilis minggu ini, dengan ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunganya 25 basis poin sementara BoJ diperkirakan akan mempertahankan kebijakan ultra-longgarnya.
Naiknya suku bunga biasanya menjadi pertanda buruk untuk aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas, dengan logam kuning menghadapi tekanan baru karena kondisi moneter global semakin ketat.