Bisnis.com, JAKARTA – Emiten petrokimia milik Prajogo Pangestu PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) memutuskan membagikan dividen tunai tahun buku 2022 sebesar US$10 juta atau setara dengan Rp148,95 miliar (kurs jisdor 14 Juni 2023 Rp14.895)
Keputusan pembagian dividen tersebut dicapai dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang menyetujui penggunaan laba bersih 2022 sebanyak 99 persen untuk dividen tunai atau sebesar US$1,74 juta atau setara dengan Rp25,91 miliar. Sementara itu sebanyak US$8,26 juta atau sekitar Rp123,03 miliar berasal dari saldo laba ditahan yang belum ditentukan penggunaannya.
“Dengan demikian sebanyak total US$ 10 juta yang berasal dari laba bersih tahun buku 2022 dan saldo laba ditahan, akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada Pemegang Saham Perseroan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan pada tanggal 22 Juni 2023 (recording date),” tulis manajemen, dikutip Rabu (14/6/2023).
Sementara itu sisanya sebesar 1 persen atau US$0,02 juta akan disisihkan sebagai cadangan dana.
Berdasarkan data RTI Business, total saham yang beredar sebanyak 93.747.218.044, maka dividen per saham yaitu Rp1,58 per saham. Harga saham saat ini juga tercatat sebesar Rp745 per saham, dengan asumsi tersebut maka dividen yield tercatat sebesar 0,21 persen.
BRPT sebelumnya membagikan dividen tunai tahun buku 2021 sebesar US$20 juta atau 18 persen dari total laba bersih. Total dividen setara Rp290,92 miliar atau Rp3,12 per saham.
Baca Juga
BRPT mengalami penurunan laba bersih hingga 98,38 persen menjadi US$1,75 juta atau setara Rp26,28 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$109,11 juta (kurs jisdor Rp14.943).
Penurunan laba tersebut disebabkan oleh penurunan pendapatan. BRPT membukukan pendapatan menurun 6,03 persen menjadi US$2,96 miliar atau sebesar Rp44,24 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat US$3,15 miliar.
pendapatan BRPT tersebut didominasi oleh pasar lokal petrokimia sebesar US$ 1,93 miliar, listrik sebesar US$259,60 juta, sewa energi sebesar US$153,17 juta, uap senilai US$112,14 juta, sewa pembiayaan senilai US$41,28 juta dan carbon credit sebesar US$3,57 juta.
Sementara itu pasar ekspor petrokimia sebesar US$438,38 juta. Penurunan laba diperparah dengan kenaikan beban pokok sebesar 6,11 persen menjadi US$2,51 miliar senilai Rp37,58 triliun dari US$2,37 miliar di tahun sebelumnya.
Alhasil laba kotor tercatat sebesar US$445,67 juta, turun 43,21 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US$784,85 juta.