Bisnis.com, JAKARTA - Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara kumulatif menunjukkan tren perbaikan dengan mengalami peningkatan 1,54 persen secara month-to-month (MtM) menjadi Rp508,1 triliun pada Mei 2023, dibandingkan NAB pada April 2023 sebesar Rp500,38 triliun.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penyertaan unit reksa dana pada Mei 2023 juga meningkat menjadi 377,5 miliar unit, dibanding bulan sebelumnya 373,1 miliar unit.
Capaian NAB reksa dana pada Mei 2023 menunjukkan sinyal positif setelah terus mengalami penurunan sepanjang kuartal I/2023. Pasalnya, total NAB reksa dana pada Januari 2023 sebesar Rp512,7 triliun, dan angka itu terus anjlok hingga Rp504,17 pada Maret 2023.
Direktur Utama BNI Asset Management Putut Endro Andanawarih mengatakan tumbuhnya kinerja NAB reksa dana pada mei 2023 terutama disebabkan oleh semakin tingginya kepercayaan investor domestik maupun global terhadap pasar keuangan Indonesia.
Di lain sisi, menurunnya indeks saham sejak akhir April 2023 turut mendorong sebagian investor untuk berinvestasi ke reksa dana saham karena valuasi yang menjadi murah dan investor masih percaya dengan potensi kinerja saham-saham big caps, yang menyebabkan bertambahnya dana kelolaan pada reksa dana indeks saham dan ETF.
"Terlihat ada tren subscription pada reksa dana saham yang tercermin dari meningkatnya dana kelolaan baik untuk reksadana aktif maupun reksadana pasif walaupun kinerja indeks pada bulan Mei 2023 cenderung flat atau sedikit terkoreksi," ujar Putut kepada Bisnis, dikutip Selasa, (13/6/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut dia mengatakan, musim pembagian dividen oleh beberapa emiten pada Mei 2023 turut berkontribusi pada meningkatnya dana kelolaan reksa dana saham.
Terkait prospek reksa dana saham pada semester II/2023, Putut mengatakan kondisi pasar masih bergejolak seiring ketidakpastian global, baik dari Amerika Serikat akan kekhawatiran resesi hingga pemulihan ekonomi China yang belum stabil, sehingga keduanya turut mempengaruhi harga komoditas global dan membuat kinerja saham lebih volatil.
"Meskipun volatilitas akan tinggi, dengan melihat kondisi perekonomian Indonesia yang sangat resilien, inflasi yang cenderung lebih terjaga, ditambah dengan adanya potensi kenaikan konsumsi masyarakat di tahun ini, kami cukup optimis indeks saham Indonesia dapat berakhir positif di tahun 2023," katanya.
Putut mengatakan, kinerja IHSG per akhir Mei 2023 masih berada di teritori negatif walaupun data-data makroekonomi Indonesia masih menunjukkan kondisi fundamental yang sangat solid. Apabila diperinci per sektor, sektor finansial masih menjadi penopang utama bagi kinerja indeks dan menjadi favorit investor.
"Namun kami melihat banyak kesempatan di saham-saham blue chips dan sektor defensif dan beberapa sektor lainnya yang underperform dan masih berpotensi memberi risk-reward yang cukup menarik bagi investor apabila terjadi rotasi sektoral," pungkasnya.