Bisnis.com, JAKARTA – Meski di tengah bayang-bayang dedolarisasi, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai belum ada mata uang negara lain yang mampu mengalahkan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).
“Dolar AS sangat perkasa dan tidak ada yang mendekati keperkasaannya,” ujarnya dalam siniar Broadcash yang dikutip pada Rabu (7/6/2023).
Dia mengatakan saat ini dolar AS tetap berada di posisi wahid sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan secara global. Berdasarkan data Bank for International Settlements, dolar AS menyumbang volume rata-rata harian sebesar US$2,2 triliun.
Hal itu membuktikan bahwa dolar AS masih tetap perkasa meski perekonomian negeri Paman Sam mengalami kemerosotan. Oleh sebab itu, Faisal menyatakan salah satu ciri keperkasaan dolar AS masih terlihat dari nilai tukar mata uangnya yang masih cukup bergengsi.
“Walaupun ekonomi AS merosot tajam, kalau dulu sepertiga dari ekonomi dunia disumbang oleh AS, tetapi sekarang sudah menurun meski masih tertinggi. Salah satu ciri-ciri keperkasaan satu ekonomi negara itu adalah nilai tukarnya bergengsi,” tuturnya.
Pernyataan Faisal juga selaras dengan para ahli strategi mata uang JPMorgan, yang mengatakan dolar AS masih menjadi mata uang utama kendati tanda-tanda dedolarisasi terus menguat.
Menyitir laporan Reuters, para ahli strategi JPMorgan mengutarakan dalam sebuah catatan bahwa dolar seharusnya tetap mempertahankan jejak besarnya.
“Dengan menggabungkan berbagai ukuran, penggunaan dolar AS secara keseluruhan tetap berada dalam kisaran historisnya dengan dolar berada di puncak sebagai mata uang utama dunia," tulis ahli strategi Meera Chandan dan Octavia Popescu.
Para ahli strategi mengatakan penurunan fungsi dolar AS terlihat dalam cadangan devisa yang dikumpulkan oleh sejumlah bank sentral. Pangsa dolar pun tercatat menurun. Akan tetapi, dolar masih menjadi pilihan utama dalam acuan perdagangan komoditas.
Dalam catatan JPMorgan, rekor tertinggi pangsa dolar dalam volume perdagangan dunia mencapai 88 persen, kemudian pangsa euro menurun 8 poin persentase dalam satu dekade terakhir atau menorehkan rekor terendah sebesar 31 persen.