Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau melemah pada pembukaan perdagangan hari ini Senin, (29/5/2023). Rupiah sempat dibuka melemah tipis ke level Rp14.955 sesaat setelah perdagangan dibuka.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (29/5/2023), pukul 09.05 WIB mata uang rupiah terkoreksi 0,01 persen atau 2 poin menjadi Rp14.955 per dolar AS. Sementara itu, mayoritas mata uang Asia lainnya juga terpantau melemah terhadap dolar AS.
Rupiah semakin menunjukkan tren pelemahan pada pukul 09.25 WIB dengan terkoreksi 0,05 persen atau 7,5 poin ke level Rp14.962 per dolar AS.
Beberapa mata uang Asia yang lesu terhadap dolar AS lainnya yakni ringgit Malaysia melemah 0,27 persen, yuan China melemah 0,09 persen, baht Thailand melemah 0,31 persen, dan peso Filipina melemah 0,26 persen.
Sementara mata uang yang menguat terhadap dolar AS yakni rupee India menguat 0,20 persen, dolar Taiwan menguat 0,14 persen, won Korea menguat 0,07 persen, dan dolar Singapura menguat tipis 0,01 persen.
Diberitakan sebelumnya, nilai tukar rupiah pada awal pekan ini diperkirakan masih mengalami tren pelemahan akibat sinyal hawkish The Fed kembali menyita perhatian investor.
Baca Juga
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam risetnya menyebutkan sinyal hawkish dari Federal Reserve membuat dolar tetap optimistis, sembari membebani emas karena pembuat kebijakan mengisyaratkan bahwa AS diperkirakan akan pulih dari resesi 2016.
Adapun, suku bunga diperkirakan berada pada posisi tinggi untuk durasi yang lebih lama untuk menangkal inflasi. Di lain sisi, indeks pengeluaran konsumsi pribadi yang menjadi acuan inflasi The Fed diperkirakan bakal memberi petunjuk kebijakan yang lebih banyak ke depannya.
"Dolar menguat meskipun mendekati tenggat default utang Amerika Serikat pada 1 Juni 2023 karena para trader melihat beberapa faktor yang akan mempengaruhi status mata uang cadangan tersebut," kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat, (26/5/2023).
Untuk perdagangan hari ini, Senin (29/5/2023), Ibrahim memperkirakan rupiah akan dibuka fluktuatif dan berpotensi kembali melemah di rentang Rp14.930—15.000 per dolar AS.
Sementara itu dari dalam negeri, tingkat konsumsi diperkirakan tetap tinggi menjelang tahun politik, terutama saat periode kampanye. Momentum tersebut bakal meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat dan di sisi lain bakal membuat investor bakal lebih memilih wait and see.
"Kalau melihat pemilu sebelumnya, ada indikasi di tahun politik pengusaha wait and see. Namun ini terjadi dulu karena kondisi yang mencekam. Kondisi pemilihan umum ke depan kemungkinan cukup kondusif," tambahnya.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi dunia 2023 dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diestimasi mencapai 2,7 persen yoy, dibandingkan perkiraan bulan sebelumnya yang sebesar 2,6 persen.
Hal tersebut ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang lebih kuat. Terutama, ekonomi China yang diramal tumbuh lebih baik didorong oleh pembukaan ekonomi pascapandemi Covid-19.