Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan Wijaya Karya (WIKA) Ajukan Penundaan Pembayaran Utang

Emiten BUMN karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mengajukan penundaan pembayaran utang bank dan lembaga keuangan lainnya.
Emiten BUMN karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mengajukan penundaan pembayaran utang bank dan lembaga keuangan lainnya. Bisnis/Abdurachman
Emiten BUMN karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mengajukan penundaan pembayaran utang bank dan lembaga keuangan lainnya. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten BUMN karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mengajukan penundaan pembayaran utang bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memperbaiki struktur keuangan WIKA dalam jangka panjang.

Dilansir dari Bloomberg, WIKA mengajukan penundaan pembayaran utang bank untuk mengatur kembali utang dan memperkuat struktur permodalan. Langkah ini diambil seiring adanya rugi bersih sebesar Rp521,25 miliar pada kuartal I/2023.

"Kami sedang mencari penghentian pembayaran pokok dan bunga kepada bank kami," kata Corporate Secretary WIKA Mahendra Vijaya dalam pemberitaan Bloomberg tesebut.

Menilik laporan keuangan per 31 Maret 2023, WIKA tercatat memiliki utang kepada pihak ketiga sebesar Rp12,64 triliun. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menjadi salah satu kreditur terbesar dengan pinjaman Rp3,87 triliun.

Sementara itu, WIKA juga tercatat memiliki beberapa utang obligasi yang jatuh tempo pada 2023 dan 2024. Diantaranya adalah Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A senilai Rp331 miliar yang jatuh tempo pada 18 Desember 2023.

Selanjutnya, Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap II Tahun 2021 Seri A senilai Rp495 miliar yang jatuh tempo pada 3 Maret 2024, serta Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap I Tahun 2021 Seri A senilai Rp571 miliar yang jatuh tempo pada 8 September 2024.

Saat dikonfirmasi, Mahendra Vijaya mengatakan emiten konstruksi plat merah tersebut sedang mengajukan standstill atas fasilitas pokok dan bunga kepada perbankan. Tujuannya agar memperbaiki struktur keuangan jangka panjang akibat adanya pinjaman yang belum memberikan imbal hasil.

“Adanya pinjaman untuk pendanaan pada investasi jangka panjang yang saat ini belum dapat memberikan return bagi perusahaan, sehingga beban atas pendanaan tersebut menurunkan laba bersih WIKA,” ujar Mahendra kepada Bisnis, Rabu (17/5/2023).

Lebih lanjut, dia mengatakan adanya pengajuan standstill dapat membuat WIKA fokus kepada core business sebagai kontraktor EPC (Engineering-Procurement-Construction). Selain itu, pengajuan standstill hanya terjadi pada level induk WIK dan tidak berlaku bagu anak usaha.

Dia juga menyebut WIKA tidak berencana mengajukan penundaan kewajiban terhadap obligasi yang sebelumnya telah diterbitkan.

KEUANGAN WIKA

Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan tekanan keuangan WIKA cukup dalam jika berkaca pada laporan keuangan per 31 Desember 2022.

Adapun dalam laporan keuangan tersebut tercatat total liabilitas WIKA mencapai Rp57,57 triliun. Sementara liabilitas jangka pendek sebesar Rp36,13 triliun per 31 Desember 2022.

Di sisi lain, WIKA juga membukukan kerugian hingga Rp59,59 miliar sepanjang 2022. Kinerja bottomline tersebut berbalik dari laba Rp117,66 miliar pada 2021.

“Indikator ini menunjukkan bahwa perusahaan sedang berada dalam posisi tekanan keuangan cukup dalam. Kewajiban utang jatuh tempo jangka pendek cukup besar, sedangkan cashflow agak berat. Jadi penundaan bayar utang terpaksa dilakukan,” ujar Toto kepada Bisnis, Rabu (17/6/2023).

Lebih lanjut, dia mengatakan WIKA harus memprioritaskan kemampuan dalam meningkatkan efisiensi operasional untuk jangka panjang. Adapun pertumbuhan pendapatan WIKA lebih rendah ketimbang pertumbuhan beban pokok pendapatan sepanjang 2022.

“Angka di 2022, perubahan pertumbuhan revenue lebih kecil dibandingkan pertumbuhan cost, sehingga angka bottomline negative. Artinya ruang buat efisiensi operasional harus jadi prioritas,” jelasnya.

Secara terpisah, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan penundaan pembayaran utang yang dilakukan oleh WIKA dapat menurunkan beban sehingga menjadi lebih ringan.

Selain itu, WIKA dapat menggunakan dana dari hasil penundaan pembayaran utang untuk memperbaiki kondisi keuangan saat ini. Namun, penundaan pembayaran utang memberikan persepsi negatif terhadap WIKA.

“Aksi tersebut membuat WIKA kelihatan kurang bagus secara fundamental dan kondisi keuangan mereka yang kurang stabil, yaitu dampak negatif terhadap persepsi kekuatan fundamentalnya,” ujar Arjun kepada Bisnis, Rabu (17/5/2023).

Per kuartal I/2023, WIKA tercatat memiliki pinjaman jangka pendek untuk pihak ketiga dan pihak berelasi dari induk sebesar Rp12,64 triliun. Dalam jumlah tersebut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) tercatat memberikan pinjaman Rp3,87 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) memberikan Rp1,5 triliun.

Dia menyebut bank-bank yang termasuk dalam kategori big caps memiliki fundamental yang kuat, serta rasio likuiditas yang lebih tinggi. Hal ini membuat Bank Mandiri dan Bank BNI dapat mempertahankan dampak negatif dari penundaan pembayaran utang.

“Menurut saya mereka bisa mempertahankan dampak negatif dari aksi ini dan aksi lain dari BUMN karya yang mendapat utang dari bank tersebut,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper