Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Nasib Kinerja Garuda Indonesia (GIAA) dan AirAsia (CMPP)

AirAsia Indonesia (CMPP) menorehkan kinerja gemilang dengan berhasil membalikkan rugi menjadi laba pada kuartal I/2023, sementara Garuda (GIAA) bukukan rugi.
Pesawat maskapai Garuda Indonesia (GIAA) berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Selasa (20/12/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pesawat maskapai Garuda Indonesia (GIAA) berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Selasa (20/12/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten maskapai penerbangan PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) menorehkan kinerja gemilang dengan berhasil membalikkan rugi menjadi laba pada kuartal I/2023. Di lain sisi, PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) masih membukukan rugi pada tiga bulan pertama tahun ini.

Berdasarkan laporan keuangan, PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) mencetak laba bersih Rp20,64 miliar hingga 31 Maret 2023. Kinerja AirAsia melesat dibanding periode sama tahun sebelumnya yang merugi Rp503,55 miliar.

Melesatnya laba bersih AirAsia didorong oleh kenaikan pendapatan menjadi Rp1,37 triliun atau melejit 396,36 persen secara year-on-year (yoy) dibanding kuartal I/2022 sebesar Rp276,71 miliar.

Berdasarkan segmennya, pendapatan terbesar AirAsia ditopang oleh operasi penerbangan yang berkontribusi Rp1,12 triliun, serta pendapatan ancillary dan lain-lain sebesar Rp248,39 miliar.

Adapun, beban usaha perseroan juga meningkat 76,57 persen yoy menjadi Rp1,26 triliun dibanding kuartal I/2022 sebesar Rp718,89 miliar. Sehingga, laba usaha perseroan sebesar Rp104,11 miliar.

Beban usaha AirAsia itu termasuk bahan bakar Rp665,81 miliar, perbaikan dan pemeliharaan Rp303,09 miliar, pelayanan pesawat dan penerbangan Rp209,54 miliar dan lain-lain.

Ditinjau secara neraca, total aset AirAsia tumbuh menjadi Rp5,98 triliun hingga 31 Maret 2023, dibanding Desember 2022 sebesar Rp5,35 triliun. Liabilitas perseroan juga naik menjadi Rp12,77 triliun dibanding akhir 2022 sebesar Rp12,17 triliun. Nilai liabilitas lebih besar dari aset perseroan, alhasil ekuitasnya negatif Rp6,79 triliun.

Di lain sisi, emiten maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) memiliki nasib yang berbeda. Pasalnya, GIAA masih membukukan rugi bersih US$110,13 juta atau setara Rp1,61 triliun (kurs Rp14.685 per dolar AS) sepanjang kuartal I/2023. Meski demikian, pendapatan perseroan naik signifikan.

Pendapatan GIAA terpantau melonjak 72,2 persen yoy menjadi US$602,99 juta atau sekitar Rp8,85 triliun dibanding kuartal I/2022 sebesar US$350,15 juta.

Kenaikan pendapatan GIAA ditopang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar US$506,82 juta atau naik 87 persen serta komposisi pendapatan lainnya yang tumbuh sebesar 50 persen menjadi US$83,35 juta pada tiga bulan pertama 2023.

Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengungkapkan bahwa pertumbuhan pendapatan usaha Garuda Indonesia pada kuartal I/2023 ini menjadi outlook positif tersendiri bagi kinerja usaha di sepanjang tahun 2023.

"Hal ini juga menjadi tindak lanjut dari dirampungkannya tahapan restrukturisasi perusahaan pada tahun 2022 lalu, di mana atas capaian restrukturisasi tersebut Garuda Indonesia secara kinerja operasi juga membukukan kinerja positif dalam kaitan laba usaha yang turut dikontribusikan oleh pencatatan laba buku hasil restrukturisasi," ujar Irfan dalam keterangan resmi dikutip Kamis, (4/5/2023).

Lebih lanjut Irfan menjelaskan, pencatatan rugi bersih perseroan pada tahun berjalan dipengaruhi oleh penerapan standar akuntansi PSAK 73 yang mengatur tentang pembukuan transaksi sewa pada beban operasi.

"Terlepas dari adanya penerapan PSAK tersebut, Garuda Indonesia secara fundamen operasional kinerja terus mencatatkan kinerja yang positif. Hal ini terlihat dari sejumlah indikator penting pada kinerja usaha baik dari sisi EBITDA, cash flow hingga peningkatan trafik penumpang," jelasnya.

Seiring kenaikan pendapatan, beban usaha perseroan juga naik 14,98 persen menjadi US$605,18 juta, dibanding periode sama tahun 2022 sebesar US$526,33 juta. Beban usaha tersebut termasuk beban bandara, beban tiket, penjualan dan promosi, beban pelayanan penumpang, dan lain-lain.

Berdasarkan neraca, aset GIAA tercatat turun menjadi US$6,18 miliar hingga 31 Maret 2023 dibanding posisi akhir Desember 2022 sebesar US$6,23 miliar. Liabilitas perseroan naik menjadi US$7,82 miliar dibanding akhir 2022 sebesar US$7,77 miliar, sedangkan ekuitas naik menjadi US$1,64 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper