Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) masih membukukan rugi bersih US$110,13 juta atau setara Rp1,61 triliun (kurs Rp14.685 per dolar AS) sepanjang kuartal I/2023. Meski demikian, pendapatan perseroan naik signifikan.
Berdasarkan laporan keuangan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), rugi bersih GIAA berhasil terpangkas 50,97 persen secara year-on-year (yoy) dibanding periode sama tahun sebelumnya yang sebesar US$224,66 juta.
Pendapatan GIAA terpantau naik 72,2 persen yoy menjadi US$602,99 juta atau sekitar Rp8,85 triliun dibanding kuartal I/2022 sebesar US$350,15 juta.
Pertumbuhan pendapatan perseroan ditopang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar US$506,82 juta atau naik 87 persen serta komposisi pendapatan lainnya yang tumbuh sebesar 50 persen menjadi US$83,35 juta pada tiga bulan pertama 2023.
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengungkapkan bahwa pertumbuhan pendapatan usaha Garuda Indonesia pada kuartal I/2023 ini menjadi outlook positif tersendiri bagi kinerja usaha di sepanjang tahun 2023.
"Hal ini juga menjadi tindak lanjut dari dirampungkannya tahapan restrukturisasi perusahaan pada tahun 2022 lalu, di mana atas capaian restrukturisasi tersebut Garuda Indonesia secara kinerja operasi juga membukukan kinerja positif dalam kaitan laba usaha yang turut dikontribusikan oleh pencatatan laba buku hasil restrukturisasi," ujar Irfan dalam keterangan resmi dikutip Kamis, (4/5/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut hingga Maret 2023, GIAA turut mencatatkan pertumbuhan EBITDA hingga 92 persen menjadi US$71 juta dibandingkan dengan EBITDA pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$37 juta.
Irfan menjelaskan, pencatatan rugi bersih perseroan pada tahun berjalan dipengaruhi oleh penerapan standar akuntansi PSAK 73 yang mengatur tentang pembukuan transaksi sewa pada beban operasi.
"Terlepas dari adanya penerapan PSAK tersebut, Garuda Indonesia secara fundamen operasional kinerja terus mencatatkan kinerja yang positif. Hal ini terlihat dari sejumlah indikator penting pada kinerja usaha baik dari sisi EBITDA, cash flow hingga peningkatan trafik penumpang," jelasnya.
Seiring meningkatnya pendapatan, beban usaha perseroan juga naik 14,98 persen menjadi US$605,18 juta, dibanding periode sama tahun 2022 sebesar US$526,33 juta. Beban usaha tersebut termasuk beban bandara, beban tiket, penjualan dan promosi, beban pelayanan penumpang, dan lain-lain.
Berdasarkan neraca, aset GIAA tercatat turun menjadi US$6,18 miliar hingga 31 Maret 2023 dibanding posisi akhir Desember 2022 sebesar US$6,23 miliar.
Liabilitas perseroan naik menjadi US$7,82 miliar dibanding akhir 2022 sebesar US$7,77 miliar, sedangkan ekuitas naik menjadi US$1,64 miliar.