Bisnis.com, JAKARTA — Emiten sawit Grup Triputra PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) menaikkan alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) pada 2023 untuk mendukung aktivitas produksi. Tahun ini, perusahaan milik konglomerat TP Rachmat itu menyiapkan capex sebesar Rp920 miliar.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan realisasi arus kas yang dipakai untuk investasi pada 2022. Tahun lalu, TAPG menggelontorkan Rp660 miliar untuk investasi, lebih besar daripada 2021 yakni Rp360 miliar.
“Rencananya pengeluaran kami untuk investasi akan lebih besar tahun ini, yakni Rp920 miliar,” kata Presiden Direktur Triputra Agro Persada Tjandra Karya Hermanto, Selasa (16/5/2023).
Tjandra mengatakan sekitar 7 persen capex akan dialokasikan untuk tanaman, sementara sebagian besar untuk infrastruktur penunjang operasional dan produksi. Sebesar 37 persen capex akan dipakai untuk pengadaan kendaraan dan alat berat, sementara 27 persen untuk pembangunan perumahan. Adapun 10 persen capex akan dipakai untuk keperluan pabrik dan sisanya 19 persen untuk keperluan lain-lain.
“Jadi fokus terbesar masih di infrastruktur karena menunjang kelancaran produksi,” tambahnya.
Selama kuartal I/2023, TAPG telah merealisasikan belanja modal sebesar 20 persen atau sekitar Rp184 miliar. Realisasi capex bakal dilaksanakan secara bertahap sampai akhir tahun.
Baca Juga
Tjandra memperkirakan kenaikan produksi sawit pada 2023 tidak akan setinggi pada 2022 karena kondisi iklim yang netral dan mengarah ke El Nino. Sebagai catatan, produksi TBS Triputra Agro pada 2022 menembus 3,2 juta ton atau naik 21 persen daripada 2021 yakni 2,64 juta ton.
“Kami memperkirakan produksi naik satu digit pada 2023. Namun risiko El Nino tidak akan langsung terasa tahun ini dan biasanya setahun atau dua tahun setelahnya,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Triputra Agro Persada Sutedjo Halim mengestimasi produksi CPO akan naik sekitar 3,9 persen, kemudian kernel sawit naik 3,8 persen. Pada 2022, total produksi CPO tercatat naik 18 persen menjadi 999.043 ton dan produksi kernel sawit naik 21 persen menjadi 210.469 ton.
“Produksi kami di kuartal I/2023 memang mengalami penurunan secara tahunan. Namun dari hasil pengamatan di lapangan, pada Mei 2023 ada kenaikan produksi yang cukup baik sehingga kami mengharapkan ini bisa mengimbangi keterlambatan produksi pada awal 2023. Produksi sawit memang tidak bisa kami atur karena sifatnya tergantung alam, tetapi dengan performa kami sebelumnya, kami yakin bisa mempertahankan target yang kami harapkan,” kata Sutedjo.
Sutedjo menambahkan kinerja finansial TAPG pada 2023 akan sangat ditentukan oleh perkembangan harga jual CPO. Pada awal 2023, dia mencatat bahwa harga jual rata-rata CPO tergolong tetap tinggi karena produksi Indonesia dan Malaysia belum sesuai dengan target.
“Kami memperkirakan harga CPO sepanjang tahun akan berkisar di 3.500 ringgit Malaysia sampai 4.000 ringgit Malaysia per ton. Dan kami menilai ini harga yang cukup baik,” tambahnya.
Dalam riset yang dipublikasi 3 Mei 2023, Analis Ciptadana Sekuritas Asia Yasmin Soulisa merevisi estimasi pendapatan pada 2023. Dia memperkirakan pendapatan pada 2023 akan turun 7 persen sehingga menjadi Rp8,59 triliun, tetapi akan kembali naik pada 2024 sebesar 9,5 persen menjadi Rp10,47 triliun.
“Kami juga merevisi turun estimasi laba dan memperkirakan penurunan 59,6 persen menjadi Rp1,21 turun seiring dengan beban pokok pendapatan yang naik menjadi Rp1,2 triliun,” tulis Yasmin.
Ciptadana Sekuritas Asia mempertahankan rekomendasi beli saham TAPG, tetapi dengan target harga lebih rendah di Rp720 per sahamnya. Sampai dengan penutupan perdagangan Selasa (16/5/2023), saham TAPG ditutup melemah 1,63 persen ke Rp605 per saham. Sepanjang 2023, saham TAPG telah terkoreksi 5,47 persen.