Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka menguat dan paling perkasa di Asia ketika mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan, di tengah pelemahan indeks dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, mata uang Garuda dibuka menguat 29,5 poin atau 0,20 persen ke Rp14.856 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,12 persen ke 102,08.
Bersama dengan rupiah, mata uang dolar Singapura menguat 0,04 persen, ringgit Malaysia menguat 0,04 persen, dan baht Thailand menguat 0,03 persen.
Adapun yen Jepang melemah 0,10 persen, dolar Taiwan melemah 0,05 persen, won Korea Selatan melemah 0,22 persen, dan peso Filipina 0,31 persen.
Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp14.850- Rp14.900 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan dolar AS tergelincir lebih rendah pada perdagangan Selasa, di tengah ketidakpastian atas jalur siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve di masa mendatang.
Baca Juga
Laporan pekerjaan resmi pada Jumat, memberikan dorongan pada greenback karena menunjukkan pasar tenaga kerja yang tangguh, dengan nonfarm payrolls meningkat sebesar 236.000 pekerjaan bulan lalu, mendorong tingkat pengangguran turun menjadi 3,5 persen.
Kekuatan ini menunjukkan bahwa The Fed memiliki ruang untuk terus menaikkan suku bunga ketika para pembuat kebijakan bertemu pada bulan Mei mendatang, tetapi kontras dengan data yang lebih lemah yang dirilis awal pekan lalu yang menunjukkan lowongan pekerjaan AS turun ke level terendah dalam hampir dua tahun pada Februari.
“Ekspektasi bahwa Fed akan menaikkan suku bunga seperempat poin lagi di bulan Mei sekarang berada di sekitar 70 persen, naik dari sekitar 50 persen pekan lalu. Hal ini membawa fokus tepat pada data inflasi hari Rabu serta risalah pertemuan Fed pada Maret karena para pedagang mencari petunjuk lebih lanjut tentang jalur kebijakan moneter di masa mendatang,” katanya dalam riset, Selasa (11/4/2023).
Dari sisi internal, sejumlah ekonom memperkirakan posisi cadangan devisa hingga akhir 2023 dapat mencapai kisaran US$135 miliar – US$155 miliar, dibandingkan US$137,2 miliar pada 2022. Penyebab utama adalah penurunan harga komoditas yang lebih bertahap dan implementasi instrumen DHE Forex TD untuk mencegah penempatan aset keluar negeri.
Hingga Maret 2023, terjadi penempatan sekitar US$294,75 juta, sebagian besar pada tenor 1 bulan, pada instrumen TD DHE Forex yang difasilitasi di Bank Indonesia. Sedangkan, terdapat penempatan US$69,25 juta, dengan kecenderungan bergeser ke tenor yang lebih panjang atau tenor 3 bulan pada April 2023.
“Hal tersebut dapat mendukung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama periode ketidakpastian global yang tinggi apalagi dibarengi dengan kebangkrutan bank di AS dan Eropa, akhir-akhir ini yang membuat the Fed harus kembali mengurungkan niatnya untuk menaikan suku bunga yang agresif,” jelas Ibrahim.
Di sisi lain, pasar juga masih mengantisipasi kenaikan suku bunga FFR (Fed Funds Rate) pada Mei 2023 Mei dan aksi wait and see investor di tengah tahun politik Indonesia, khususnya pada paruh kedua 2023. Oleh karena itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada akhir tahun 2023 diperkirakan akan berada di kisaran Rp15.000 per dolar AS.