Bisnis.com, JAKARTA - Manajer investasi PT Pinnacle Persada Investama terus menggenjot dana nasabah (Asset Under Management/AUM) di tengah ketidakpastian sentimen global. Pinnacle berhasil membukukan AUM senilai Rp2,16 triliun hingga akhir Maret 2023.
Adapun, total penyertaan reksa dana nasabah di Pinnacle Persada Investama mencapai 3,42 miliar unit.
Direktur Pinnacle Persada Investama Indra Muharam Firmansyah membeberkan berbagai strategi Pinnacle untuk mengerek AUM tahun ini, salah satunya yaitu manajemen risiko yang terukur dan pengelolaan reksa dana yang optimal.
"Salah satu strategi dari Pinnacle untuk meningkatkan dana kelolaan reksa dana adalah dengan konsisten melakukan pengelolaan reksa dana yang optimal yang fokus pada likuiditas dan juga manajemen resiko yang terukur," ujar Indra kepada Bisnis, Senin, (10/4/2023).
Selain itu, strategi Pinnacle untuk meningkatkan dana kelolaan nasabah yaitu memperkuat jaringan distribusi reksa dana dengan digital agen penjual efek reksa dana (APERD).
"Kami melihat masih ada potensi yang sangat besar dari segmen ini. Saat ini kami sudah bermitra dengan 15 Digital APERD," katanya.
Baca Juga
Lebih lanjut Indra menambahkan, beberapa produk unggulan Pinnacle untuk mengerek AUM di antaranya yakni Reksadana Pinnacle Strategic Equity Fund, reksadana saham yang dikelola dengan strategi Quantitative, Reksadana Pinnacle Indonesia Bond Fund, reksadana pendapatan tetap yang fokus berinvestasi ke Surat Utang Negara (SUN), Pinnacle Money Market Fund, reksadana pasar uang yang fokus berinvestasi di deposito dan obligasi yang mature kurang dari setahun.
"Selain itu juga ada produk ETF kami yang bagus, ETF Pinnacle FTSE Indonesia Index (XPFT), ETF pasif yang berinvestasi mengikuti FTSE Indonesia Index, ada juga ETF Pinnacle Enhanced Sharia (XPES), ETF saham aktif berbasis saham sharia, dan juga ada ETF Pinnacle Enhanced Liquid ETF (XPLQ), ETF saham aktif berbasis saham-saham LQ45," jelasnya.
Terkait prospek pasar reksa dana saham pada kuartal I/2023, Indra menilai para investor cenderung menunggu dan melihat arah kebijakan dan sentimen global seperti The Fed maupun bank-bank global yang kolaps.
"Kejadian SVB bank dan juga Credit Suisse juga menjadi alasan banyak investor yang lebih memilih wait and see untuk masuk ke market," jelasnya.
Selain itu, kata Indra, pasar juga menunggu hasil laporan keuangan emiten tahun penuh 2022 dan juga kuartal I/2023 yang akan keluar di antara Maret sampai dengan Mei 2023. Secara keseluruhan, prospek pasar domestik tetap menarik minat investor ke depannya.