Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Kuat Sentimen The Fed dan Plafon Utang AS bagi Pasar Obligasi

Investor surat utang cenderung lebih mencermati langkah The Fed untuk mengambil keputusan.
Gubernur Federal Reserve Jerome Powell./federalreserve.gov
Gubernur Federal Reserve Jerome Powell./federalreserve.gov

Bisnis.com, JAKARTA - Investor surat utang Indonesia bakal cenderung menyoroti hasil pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (AS) pada 21-22 Maret 2023, ketimbang usulan kenaikan batas plafon pemerintah AS. 

Seperti diketahui, Ketua Parlemen AS Kevin McCarthy bertemu dengan Presiden AS Joe Bidan pada hari St Patrick. Dalam pertemuan itu McCarthy mengaku berbicara soal plafon utang AS senilai US$31,4 triliun.

Biden diketahui enggan bernegosiasi soal plafon utang dengan Partai Republik. Menurut McCarthy kurangnya negosiasi bisa membuat ekonomi AS dalam bahaya.

Partai Republik ingin Biden memangkas pengeluaran. Di sisi lain Biden ingin menaikan plafon utang. Diketahui, ada isu dan ancaman gagal bayar atas utang AS.

Analis menyebut sentimen ini tidak akan banyak mempengaruhi investor, terutama terhadap pasar surat utang di Indonesia. Hal semacam ini biasa terjadi di AS. 

Research and Consulting Infovesta Utama Nicodemus Anggi menyebut AS kemungkinan besar akan kembali menaikan plafon utangnya.

"Amerika berulang kali mengalami kejadian seperti ini, namun pada akhirnya permintaan untuk menaikkan plafon disetujui, nantinya saya prediksi akan seperti ini, jadi ini saya nilai bukan menjadi sesuatu baru yang dikhawatirkan pelaku pasar," kata Anggi kepada Bisnis, Senin (20/3/2023).

Anggi mengatakan investor surat utang cenderung lebih mencermati langkah The Fed untuk mengambil keputusan. Menurut dia, jika The Fed melonggarkan kebijakan moneternya, terutama terkait suku bunga, maka hal ini akan berdampak positif terhadap pasar surat utang dan obligasi di Indonesia.

"Jika memang terjadi pelonggaran itu akan menjadi katalis positif untuk pasar obligasi Indonesia, apalagi real yield kita masih lebih atraktif dibanding kawasan emerging market regional lainnya. Sehingga proyeksi obligasi Indonesia akan lebih baik dibanding tahun 2022," kata Anggi.

Beberapa waktu lalu, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan gagal bayar utang pemerintah Amerika Serikat akan menekan konsumen di AS dan merugikan perekonomian global.

Komentar kepala IMF ini menambah peringatan tentang risiko krisis pasar yang lebih parah dari dampak inflasi AS jika Kongres AS gagal menyelesaikan kebuntuan antara Partai Republik dan Presiden Joe Biden terkait peningkatan pagu utang.

Georgieva mengharapkan bahwa bahwa hal ini tidak akan terjadi. Dia juga menyinggung perdebatan mengenai pagu utang AS di pemerintahan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper