Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

5 Fakta Penting Krisis Credit Suisse, Skandal 2019-2023

Guncangan pada likuiditas Credit Suisse kali kembali menambah daftar skandal-skandal besar perusahaan yang terjadi sejak 2019.
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss, pada Rabu (15/3/2023). Bank sentral dan regulator keuangan Swiss mengatakan Credit Suisse Group AG akan menerima bantuan likuiditas jika diperlukan untuk memulihkan kepercayaan terhadap bank setelah sahamnya merosot ke level terendah sepanjang masa./Bloomberg-Stefan Wermuth
Gedung kantor Credit Suisse Group AG pada malam hari di Bern, Swiss, pada Rabu (15/3/2023). Bank sentral dan regulator keuangan Swiss mengatakan Credit Suisse Group AG akan menerima bantuan likuiditas jika diperlukan untuk memulihkan kepercayaan terhadap bank setelah sahamnya merosot ke level terendah sepanjang masa./Bloomberg-Stefan Wermuth

Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas Bursa saham Asia-Pasifik termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun pada perdagangan Kamis (16/3/2023) karena gejolak seputar Credit Suisse Group AG menambah kekhawatiran investor mengenai sektor perbankan.

Saham Credit Suisse jatuh ke level terendah baru sepanjang masa di Wall Street pada penutupan Rabu (15/3/2023) waktu setempat, untuk hari kedua berturut-turut setelah investor utamanya enggan memberi bantuan lebih lanjut terhadap perusahaan.

Dalam wawancara dengan Bloomberg TV, Chairman Saudi National Bank Ammar al-Khudairy mengatakan pihaknya sebagai pemegang saham terbesar Credit Suisse tidak akan meningkatkan sahamnya melebihi level saat ini 9,9 persen karena masalah regulasi.

Tak hanya di Wall Street, kepanikan investor merembet di perdagangan Asia dengan Indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,51 persen, sementara indeks Hang Seng Tech turun 0,76 persen pada Kamis.

Di Australia, S&P/ASX 200 anjlok 1,54 persen, terseret oleh sektor pertambangan dan perbankan. Di Jepang, Topix sempat turun 1,36 persen pada Kamis pagi karena negara itu merilis data perdagangan untuk Februari lebih rendah dari yang diharapkan.

IHSG terpantau melemah 0,75 persen atau 49,40 poin pada sesi pertama perdagangan Kamis. Saham BBCA terpantau turun 0,30 persen, saham BMRI anjlok 1,49 persen, saham BBRI stagnan, dan saham BBNI menguat 1,70 persen.

Sekalipun tidak berelasi dengan kebangkrutan Silicon Valley Bank, guncangan pada stabilitas Credit Suisse membawa sentimen negatif pada sektor perbankan global. Apalagi kedua kasus ini muncul pada pekan yang sama.

5 Fakta Penting Krisis Credit Suisse:

1. Arus keluar tinggi

Pada Selasa, 14 Maret 2023, Credit Suisse mengatakan dalam laporan tahunan 2022 bahwa manajemen mengidentifikasi “kelemahan material” dalam pengendalian internal terhadap laporan keuangan dan tak dapat membendung arus keluar dana nasabahnya.

Identifikasi mengenai kelemahan ini muncul lantaran Credit Suisse tengah berupaya pulih dari serangkaian skandal yang telah merusak kepercayaan investor dan klien. Dana keluar pelanggan pada kuartal IV/2022 naik menjadi 110 miliar franc Swiss atau setara US$120 miliar. Alhasil likuiditas dan modal perusahaan kian menyusut. 

2. Skandal-skandal besar

Pada 2019, Chief Operating Officer, Pierre-Olivier Bouée diketahui menyewa penyelidik swasta atau private investigator untuk memata-matai karyawan tingkat tinggi dan akhirnya dipecat tak lama kemudian. Penyelidik swasta ini secara misterius dilaporkan bunuh diri saat Credit Suisse mengumumkan pemecatan Bouée.

Pada Maret 2021, sebulan sebelum skandal Archegos (debitur Credit Suisse yang gagal bayar) dipublikasikan, Credit Suisse sempat mengumumkan penutupan dan melikuidasi beberapa dana investor, senilai US$10 miliar, yang diberikan kepada perusahaan jasa keuangan Greensill Capital. Adapun Greensill menyatakan bangkrut pada Maret 2021.

Mengutip Financial Times, investor dilaporkan kehilangan hampir US$3 miliar karena kasus Greensill.

Pada Februari 2022, kebocoran data besar-besaran terjadi pada lebih dari 30.000 klien Credit Suisse di seluruh dunia.

Laporan The Guardian menungkapkan, data yang bocor tersebut salah satunya mengungkapkan kekayaan lebih dari US$100 miliar yang dimiliki oleh para klien Credit Suisse merupakan keuntungan dari bisnis-bisnis gelap seperti penyiksaan, perdagangan narkoba, pencucian uang, korupsi, dan kejahatan serius lainnya.

3. Kursi Pimpinan

Rentetan skandal ini pada akhirnya semakin merusak reputasi bank, dan memperkuat kekhawatiran investor. Manajemen Credit Suisse telah mengotak-atik kursi kepemimpinan beberapa kali sejak 2019, dengan perubahan terbaru terjadi pada Juli 2022, saat perusahaan mendapatkan CEO baru, Ulrich Körner.

Sementara itu, Ketua Komisaris Credit Suisse Axel Lehmann, baru mengambil alih posisi tersebut dari chairman sebelumnya Antonio Horta-Osorio pada Januari 2022, setelah Horta-Osorio mengundurkan diri karena melanggar aturan karantina selama pandemi.

4. Suntikan Bank Sentral Swiss

Credit Suisse pada Kamis (14/3/2023) mengatakan akan meminjam hingga US$54 miliar atau setara Rp833 triliun dari bank sentral Swiss untuk menopang likuiditas dan kepercayaan investor setelah kemerosotan sahamnya meningkatkan kekhawatiran tentang krisis keuangan global.

Credit Suisse mengatakan akan menggunakan opsi meminjam dari bank sentral hingga 50 miliar franc Swiss. Pinjaman itu juga menyertakan jaminan dari otoritas Swiss bahwa Credit Suisse memenuhi "persyaratan modal dan likuiditas yang dikenakan pada bank-bank yang penting secara sistemik" dan dapat mengakses likuiditas bank sentral jika diperlukan.

Credit Suisse adalah bank global besar pertama yang diberi bantuan darurat sejak krisis keuangan 2008. Masalah-masalah Credit Suisse telah menimbulkan keraguan serius mengenai apakah bank sentral AS Federal Reserve akan mampu mempertahankan perjuangan mereka melawan inflasi dengan kenaikan suku bunga yang agresif.


5. IPO First Boston

Pada 1980-an dan 1990-an, Credit Suisse mengakuisisi First Boston dan mendirikan Credit Suisse First Boston, yang merupakan divisi perbankan investasi hingga 2006. Pada akhir 2021, Credit Suisse melaporkan aset lebih dari 1,6 triliun franc Swiss dan lebih dari 50.000 karyawan di institusi tersebut.

Credit Suisse tercatat memiliki divisi bisnis bank Swiss domestik dan manajemen kekayaan, perbankan investasi, dan operasi manajemen aset.

Adapun CEO Credit Suisse Ulrich Körner mengatakan pada Selasa (14/3/2023) bahwa perusahaan berencana membawa First Boston untuk menggelar penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham pada 2025.

Spin-off First Boston merupakan inti dari rencana restrukturisasi Credit Suisse. Upaya ini merupakan strategi untuk melindungi bisnis bank investasi dengan kinerja terbaik, termasuk divisi penasihat merger dan akuisisi, sambil mengarahkan perusahaan induk lebih jauh ke arah bisnis manajemen kekayaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg/Reuters/The Guardian/Financial Times
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper