Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja keuangan PT United Tractors Tbk. (UNTR) pada 2022 cemerlang. Dengan adanya komitmen peningkatan pembayaran dividen final, sahamnya mendapat rekomendasi positif.
Pendapatan (revenue) UNTR pada 2022 mencapai Rp123,6 triliun atau naik 56 persen year-on-year (yoy). Sementara khusus pada kuartal IV/2022 mengalami kenaikan sebesar 3 persen dari kuartal sebelumnya (qoq) menjadi Rp32,1 triliun.
Pertumbuhan pendapatan pada 2022 terutama didorong oleh penjualan alat berat yang melonjak 60 persen yoy. Lojakan pendapatan lainnya dari bisnis batu bara yang naik 127 persen yoy dan kontrak pertambangan tumbuh 43 persen yoy. Meski demikian, bisnis pertambangan emas perusahaan turun 8 persen yoy.
Dari pendapatan tersebut laba bersih (net income) UNTR pada 2022 naik sebesar 104 persen yoy menjadi Rp21 triliun, yang merupakan kinerja tertinggi sejak IPO.
Baca Juga
Analis CGS-CIMB Sekuritas Indonesia Peter P. Sutedja mengatakan kinerja tersebut 5 persen di atas perkiraan analis pada 2022 dan 3 persen dari konsensus Bloomberg tahun lalu.
Bersamaan dengan rilisnya laporan keuangan kuartal IV/2022, UNTR mengusulkan dividen final sebesar Rp6.185 per saham, mencerminkan yield sebesar 25 persen. Jika digabungkan dengan pembagian dividen interim pada Oktober 2022 sebesar Rp818/saham, dividen payout ratio (DPR) di 121 persen, lebih tinggi dibandingkan DPR pada 2021 sebesar 45 persen.
Adapun, pembagian dividen final masih menunggu persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang akan dijadwalkan pada April 2023 mendatang.
"Berdasarkan usulan dividen final yang lebih tinggi dari forecast kami dan dari konsensus Bloomberg, kami melihat dampak positif ke harga saham UNTR," ungkap Peter dalam riset, dikutip Minggu (5/3/2023).
CGS-CIMB Sekuritas Indonesia mempertahankan rating Add untuk saham UNTR dengan target harga hingga akhir 2023 tetap di Rp37.000, berdasarkan 8,7 kali P/E 2024 atau 0,75 standar deviasi di bawah rata-rata 12 tahun.
"Saham UNTR saat ini diperdagangkan di 5,1 kali forward P/E atau 1,6 standar deviasi di bawah rata-rata 12 tahun. Katalis untuk rating yang mempengaruhi adalah harga batu bara yang lebih tinggi dari perkiraan," imbuhnya.
Adapun, risiko yang dihadapi di antaranya resesi global dan rebalancing pada pasar gas yang lebih cepat dari perkiraan.