Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan tidak akan memperpanjang sejumlah relaksasi pada bursa saham yang diberlakukan selama pandemi Covid-19. Hal ini dipandang akan menambah volatilitas harga saham.
Adapun beberapa kebijakan yang tidak lagi mendapat relaksasi dan kembali adalah larangan short selling dengan mengacu pada ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI). Normalisasi juga bakal diterapkan pada kebijakan trading halt selama 30 menit ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan mencapai 5 persen.
OJK menyebutkan bahwa kebijakan asymmetric auto rejection bawah atau ARB asimetris kembali secara bertahap dengan tetap memperhatikan asesmen kondisi pasar. Sebagaimana diketahui, kebijakan simetris hanya berlaku untuk auto rejection atas (ARA) selama pandemi.
Normalisasi turut menyasar kebijakan pemendekan jam perdagangan serta jam operasional kliring dan penyelesaian. Namun, dengan tetap menyesuaikan dengan jam layanan operasional Bank Indonesia real time gross settlement dan Bank Indonesia scripless securities settlement system.
Terakhir, relaksasi jangka waktu berlakunya laporan keuangan dan laporan penilai yang digunakan dalam rangka aksi korporasi emiten atau perusahaan publik paling lama 7 bulan tetap diberlakukan. Namun, dengan catatan dokumen pernyataan pendaftaran, pernyataan aksi korporasi, laporan dan/atau keterbukaan informasi terkait aksi korporasi telah disampaikan oleh emiten sebelum 31 Maret 2023.
Guru Besar Finansial dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy berpandangan normalisasi kebijakan perdagangan akan makin meningkatkan aktivitas pasar, meskipun terdapat risiko penurunan harga saham maupun IHSG yang signifikan.
Baca Juga
“Terdapat kemungkinan harga saham dan indeks bisa lebih besar dari 7 persen, sebagaimana kemungkinan kenaikan dengan kebijakan simetrisnya saat ini,” kata Budi, Jumat (3/3/2023).
Budi juga memperkirakan pergerakan pasar saham yang sideways atau datar dalam periode tertentu tetap dapat terjadi. Selama tidak ada rumor atau berita baru yang berdampak dan menjadi sentimen bagi emiten maupun perekonomian, Budi berpandangan potensi sideways masih ada.
Dia lebih lanjut memberi pandangan soal larangan short selling yang diberlakukan OJK selama pandemi untuk menjaga kondusivitas pasar. Budi mengatakan transaksi tersebut cenderung tidak bisa dilakukan oleh investor, kecuali pelaku pasar dari perusahaan sekuritas yang memiliki akses untuk meminjam saham dari investor lain.
“Akan menarik Jika aksi short selling dipermudah untuk semua investor seperti margin trading,” kata dia.