Bisnis.com, JAKARTA — Entitas usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), telah menetapkan harga penawaran umum perdana saham sebesar Rp875 per lembarnya. Banderol harga itu membuat PGEO berpotensi menghimpun dana IPO sebesar Rp9,05 triliun.
Bila hasil IPO sesuai rencana, nilai emisi IPO PGEO akan masuk dalam jajaran 5 IPO terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), menyusul PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) Rp21,9 triliun, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel Rp18,79 triliun, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) Rp13,72 triliun, dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) Rp12,24 triliun.
Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti memandang PGEO berpeluang menarik minat pasar, terlepas dari kelesuan yang melanda pasar saham pada awal 2023. Desy menilai PGEO memiliki modal fundamental yang kuat dan dukungan solid dari induknya.
“Kami masih optimistis dengan bidikan dana tersebut berpotensi diperoleh PGEO di tengah lesunya pasar saham dengan mempertimbangkan prospek jangka panjangnya. Apalagi kalau kita perhatikan PGEO ini cukup kuat dengan reputasi, dukungan induknya, serta potensi bisnis panas bumi di dalam negeri. Kami lihat pun IPO PGEO ini nantinya akan membawa optimisme bagi pasar saham dalam negeri meskipun secara jangka pendek saja,” kata Desy, Jumat (17/2/2023).
Desy juga menambahkan bahwa bisnis panas bumi memiliki prospek prospektif untuk jangka menengah hingga panjang. Di sisi lain, PGEO memiliki kapasitas produksi listrik panas bumi terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara sebesar 1.877 MWh. Posisi PGEO di Indonesia disusul oleh anak usaha PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) yang memiliki kapasitas terpasang 875 MWh.
Prospek menjanjikan PGEO juga datang dari besarnya sumber daya dan cadangan yang memungkinkan mining life bisa menghasilkan listrik selama tiga dekade. Selain itu, PGEO juga memiliki kontrak kerja sama ESC dengan PLN sebagai distributor tunggal dalam negeri.
Baca Juga
Penawaran umum perdana saham PGEO juga bertepatan dengan target penggunaan 23 persen energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional 2025. Panas bumi bisa menjadi sumber listrik alternatif seiring dengan percepatan pengalihan secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara ke 2040.
“PGEO juga diuntungkan dari sisi pendanaan tenaga panas bumi yang masuk dalam bisnis padat modal di mana PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia berkomitmen untuk memberikan dukungan pendanaan lebih baik bagi proyek-proyek panas bumi,” lanjut Desy.
Meski demikian, dia memberi catatan bahwa kenaikan suku bunga juga akan menaikkan biaya pendanaan PGEO mengingat liabilitas perusahaan yang cukup tinggi. Pilarmas juga menyoroti tingkat likuiditas PGEO yang cukup memprihatinkan dari sisi kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya mengingat current ratio-nya hanya sebesar 0,5 kali.