Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Reksa Dana Berbasis Obligasi saat Inflasi AS Masih Tinggi

Kinerja reksa dana dengan underlying asset obligasi diprediksi akan mengalami penurunan jangka pendek.
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja reksa dana pasar dengan aset dasar obligasi berpotensi terkoreksi, seiring tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) 6,4 persen. Tingkat inflasi AS tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang mengharapkan inflasi AS di level 6,2 persen.

Co Founder dan CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan kinerja reksa dana dengan underlying asset obligasi akan mengalami penurunan jangka pendek.

“Tentunya potensi penurunan secara jangka pendek memang ada dan bisa berdampak terhadap kinerja reksa dana obligasi secara keseluruhan untuk periode jangka pendek,” kata Guntur kepada Bisnis, Kamis (16/2/2023).

Guntur mengatakan volatilitas jangka pendek masih terkendali dan perkembangan pasar obligasi masih cukup dinamis. Guntur menyebut kinerja reksa dana berbasis obligasi masih cukup baik secara year-to-date

Dia juga meyakini, reksa dana pendapatan tetap masih berpotensi untuk menghasilkan kinerja yang cukup baik untuk periode jangka panjang.

“Walaupun tingkat inflasi di level 6,4 persen, reksa dana berbasis obligasi di tahun ini masih memiliki potensi kinerja yang baik dan unggul. Untuk ke depannya juga masih akan mencatatkan kinerja yang baik, dari sisi risiko lebih banyak potensi upside daripada downside risk,” kata Guntur.

Lebih lanjut, Guntur mengatakan startegi Pinnacle untuk meracik reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi adalah menerapkan active duration strategy terhadap portfolio obligasi, berdasarkan dari proyeksi terhadap tingkat bunga.

"Dan memang kami secara portfolio duration pada saat ini lebih pendek [short duration] dari benchmark, dan ini bisa berubah secara tactical sesuai dengan kondisi pasar,” katanya.

Sebelumnya, para pejabat Federal Reserve menekankan perlunya kenaikan suku bunga lebih tinggi dari perkiraan setelah data inflasi terbaru berada di atas ekspektasi. Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (15/2/2023), Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan bahwa jika inflasi terus berlanjut jauh di atas target the Fed, bank sentral perlu meningkatkan suku bunga lebih dari perkiraan sebelumnya.

Adapun Presiden The Fed Dallas Lorie Logan mengatakan bank sentral siap untuk melanjutkan kenaikan suku bunga untuk jangka waktu yang lebih lama dari yang diperlukan sebelumnya jika diperlukan untuk menanggapi perubahan dalam prospek ekonomi atau untuk mengimbangi pelonggaran kondisi yang tidak diinginkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper