Bisnis.com, JAKARTA — Indeks LQ45 masih outperform dibandingkan dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga akhir pekan kedua Februari 2022. Seberapa menarik prospek saham blue chip 2023?
Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks LQ45 telah menguat 1,63 persen year-to-date (ytd) hingga akhir perdagangan Jumat (10/2/2023). Rapor itu unggul atau outperform dibandingkan dengan IHSG yang baru menguat 0,43 persen sepanjang periode yang sama.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai indeks LQ45 berpeluang mengalami uptrend dari hasil kinerja emiten-emitennya sepanjang 2022.
Dengan demikian, wajar pelaku pasar mulai melakukan akumulasi beli terhadap saham penghuni LQ45.
“Memang secara kinerja positif, dari sisi bottom line, dan prospek ke depan memang masih relatif positif,” jelasnya kepada Bisnis.com, dikutip Senin (13/2/2023).
Dia menilai secara sektoral, sejumlah sektor seperti perbankan diperkirakan akan mencatatkan hasil kinerja 2022 yang positif. Menurutnya, kinerja sektor perbankan yang positif, tidak hanya dari sisi margin, tetapi juga didorong oleh kinerja pertumbuhan kredit, yang tahun ini diproyeksikan masih dua digit.
Baca Juga
“Perbankan [rasio kredit bermasalah] NPL masih 3 persen, masih bagus mitigasinya, likuiditas masih terjamin. Tahun ini Bank Indonesia juga lebih cenderung menjaga kebijakan pro stabilitas dan pertumbuhan. Masih belum ada indikasi kuat bahwa BI akan melakukan pengetatan kebijakan lebih lanjut untuk menjaga likuiditas dan stabilitas perbankan,” jelasnya.
Selain sektor perbankan, dia menilai sektor barang konsumsi primer berpotensi mendulang kinerja cemerlang tahun politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Apalagi, pada bulan depan juga sudah mulai memasuki periode Ramadan dan Idulfitri yang bakal menjadi pendorong daya beli rumah tangga musiman yang mendukung sektor konsumer.
“Pelaku pasar menantikan laporan keuangan emiten-emiten,” kata Nafan.
Khusus untuk sektor energi, Nafan menilai investor akan melihat kondisi pergerakan harga emiten yang mengalami jenuh jual atau oversold sehingga bisa dianggap menarik untuk dicermati.
“[Kinerja] emiten komoditas proyeksinya 2022 akan progresif, terutama dari sisi bottom line. Dari pertumbuhannya itu bisa di atas ekspektasi karena tahun kemarin commodity boom price masih membantu menjelang musim dingin,” katanya.
Di sisi lain, investor menurutnya juga akan mencermati dividen. Dia menilai emiten yang akan membagikan dividen menarik untuk dicermati.
Bahkan, imbuhnya, emiten komoditas juga berpotensi membagikan dividen yang lebih menarik dan dengan dividen yang lebih tinggi melihat kinerja 2022 yang lebih tinggi.
Nafan menilai perombakan konstituen bisa mengundang dana asing masuk.
“Meskipun emiten yang keluar kan juga sebenarnya berpeluang kembali masuk, dinamika ini tetap menarik untuk dicermati karena investor akan melakukan akumulasi ke emiten yang punya prospek positif, didukung oleh GCG [good corporate governance] yang baik,” jelasnya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.