Bisnis.com, JAKARTA – IHSG menutup Januari 2023 dengan parkir di zona merah secara harian dan sepanjang 2023 berjalan. Namun, masih ada harapan bagi IHSG untuk menguat ke depan.
Menutup Januari 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup parkir di zona merah. Sejumlah saham seperti BBRI, ADRO, BYAN, BEBS, dan TPIA menjadi pemberat pergerakan IHSG.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (31/1/2023), IHSG ditutup melemah 33,19 poin tau 0,48 persen ke 6.839,34. Hingga akhir Januari 2023, IHSG terpantau terkoreksi hingga 11,28 poin atau 0,16 persen.
Associate Director of Investment and Research Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyebutkan sejauh ini secara outlook masih ada beragam sentimen positif untuk IHSG meskipun penuh dengan tekanan di awal tahun.
Beberapa sentimen penekan indeks di antaranya karena adanya kenaikkan tingkat suku bunga The Fed yang diprediksikan akan berkisar 25 – 50 bps, diikuti dengan kenaikkan tingkat suku bunga Bank Sentral Eropa yang diprediksikan juga naik 25 – 50 bps.
Namun dengan penurunan inflasi di Amerika yang konsisten, Nico melihat kenaikkan tingkat suku bunga akan berada di 25 bps. Hal yang berbeda akan terjadi di Bank Sentral Eropa yang akan naik sekitar 50 bps, karena inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa.
Baca Juga
“Seperti biasa, kenaikkan tingkat suku bunga akan mendorong penurunan aset-aset yang berisiko, saham salah satunya. Oleh sebab itu tekanan akan tetap ada, sehingga perhatikan persepsi dan perspektif yang ada di pasar,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (31/1/2023).
Adapun, sektor-sektor saham yang bisa dicermati di antaranya ada sektor transportasi, kesehatan, dan infrastruktur.
Selanjutnya, Analis Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang mengatakan secara teknikal, target IHSG untuk Februari berada di kisaran level psikologis 7.000-7.100. Hal ini didukung dengan beberapa data yang akan rilis pada Februari yang beberapa diantaranya diproyeksikan dapat memberikan dampak positif ke IHSG.
“Salah satunya The Fed Rate dalam FOMC di awal Februari 2023, karena kenaikan suku bunga acuan diperkirakan hanya sebesar 25 bps, lebih lambat dari kenaikan dalam beberapa FOMC terakhir,” jelasnya.
Dari dalam negri rilis data inflasi pada bulan Februari diperkirakan turun dibandingkan pada Januari yaitu dari 5,51 persen menjadi 5,45 persen dan inflasi inti dari 3,36 persen ke 3,33 persen.
“Jika data tersebut terelealisasi, akan memperkuat petunjuk dari Gubernur BI untuk mempertahankan suku bunga acuan BI saat ini karena dinilai sudah cukup untuk menurunkan inflasi inti di Indonesia. Selain itu, pasar juga mengantisipasi rilis kinerja keuangan 2022 yang diperkirakan relatif solid,” kata Alrich.
Adapun, Alrich menyebutkan sektor yang masih menarik untuk diperhatikan terkait sentimen tersebut yaitu finansial, basic material, konsumer non-siklikal dan industri perkebunan seperti CPO.
Di samping itu, sentimen positif untuk IHSG lainnya sejauh ini adalah penguatan rupiah sejalan dengan data makro yang telah rilis sebelumya yaitu balance of trade Indonesia yang masih melanjutkan surplus US$3,89 miliar pada Desember 2022, sehingga membangun kepercayaan investor terkait prospek ekonomi di Indonesia.
“Penguatan nilai tukar Rupiah atau stabilitas nilai tukar rupiah ini juga dapat berdampak positif pada kualitas aset sektor perbankan Indonesia secara keseluruhan dan perusahaan yang melakukan impor,” imbuh Alrich.