Bisnis.com, JAKARTA — Ekonomi dunia yang diramal tumbuh melambat pada 2023 tidak lantas membuat pasar saham kehilangan daya tarik. Alih-alih langsung beralih ke aset safe haven, analis menilai investor bisa mulai menjajal saham-saham di sektor yang masih prospektif.
“Investor bisa memilih saham defensif dan saham komoditas logam yang menjadi safe haven asset,” kata Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya, Rabu (11/1/2023).
Sebagaimana diberitakan, perekonomian global diramal tumbuh melambat pada 2023. Bank Dunia atau World Bank dalam laporan terbarunya memperkirakan pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada produk domestik bruto (PDB) pada 2023 hanya akan mencapai 1,7 persen, dari 2,9 persen pada 2022.
Perlambatan ini perkirakan juga dihadapi Indonesia. Ekonomi Tanah Air diproyeksikan tumbuh 4,8 persen pada 2023, lebih lambat dari kenaikan pada 2022 sebesar 5,2 persen. Kekhawatiran pada ekonomi yang berisiko melambat turut tecermin pada gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sampai penutupan perdagangan Rabu (11/1/2023), indeks komposit terkoreksi 0,57 persen ke 6.584,45.
Cheril tidak memungkiri bahwa proyeksi mendung ekonomi global bisa mengurangi optimisme investor di pasar saham. Namun sejumlah katalis positif masih menyertai pasar dalam waktu dekat. “Proyeksi yang dipangkas turut menurunkan optimisme investor pasar modal mengingat tiap kali ada pemangkasan target pertumbuhan ekonomi diikuti koreksi jangka pendek di pasar saham,” jelas Cheril.
Meski demikian, pelonggaran kebijakan Zero Covid-19 China yang diikuti pembukaan perbatasan dinilainya tetap menjadi angin segar bagi pasar Indonesia. Sebagaimana diketahui, China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga cenderung masih kuat. Hal ini tecermin pada inflasi yang masih meningkat dan indeks keyakinan masyarakat memperlihatkan kenaikan di akhir 2022 meskipun terdapat kekhawatiran resesi.
Baca Juga
Sementara itu, sejumlah katalis negatif yang perlu diantisipasi adalah kenaikan suku bunga The Fed yang berpotensi berlanjut untuk mengendalikan inflasi dan konflik Rusia-Ukraina yang belum berakhir. Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan proyeksi ekonomi yang melambat di 2023 sejatinya bukan hal yang mengejutkan. Ini telah terlihat pada pelemahan IHSG sejak memasuki kuartal terakhir 2022.
Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tahun ini turut berdampak pada harga minyak dunia. Ike mengatakan harga minyak mentah bisa lebih landai dan menjadi keuntungan bagi emiten di industri pengolahan seperti BRPT dan TPIA. Ike juga melihat adanya pergerakan pada harga emas dan tembaga. Hal itu memberi peluang bagi saham-saham yang memiliki tambang emas seperti ANTM, MDKA, PSAB, BRMS dan UNTR.
“Harga emas dan tembaga sudah mengalami kenaikan harga di tengah turunnya optimisme terhadap ekonomi. Kenaikan emas dan tembaga sudah mulai terlihat sejak memasuki Oktober 2022,” kata Ike. Dengan demikian, investor tetap bisa mengandalkan saham sebagai instrumen investasi, tetapi dengan menerapkan strategi penyesuaian dan peninjauan portofolio.
“Jadi investor bisa mengganti saham yang berasal dari industri yang terkena sentimen negatif dengan saham yang mendapat dampak positif,” tambahnya.