Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global naik karena investor mempertimbangkan prospek pemulihan ekonomi China dan ekspektasi kebijakan moneter Federal Reserve AS yang tidak terlalu ketat.
Mengutip Bloomberg, Senin (9/1/2023), harga kontrak berjangka West Texas Intermediate naik 1 persen lebih menuju US$75 per barel setelah mengakhiri minggu lalu dengan pelemahan 8 persen.
Seorang pejabat bank sentral China mengatakan pertumbuhan negara tersebut akan kembali ke jalurnya setelah Beijing memberikan lebih banyak dukungan keuangan untuk rumah tangga dan perusahaan, menurut sebuah wawancara dengan People's Daily.
"Dibutuhkan beberapa waktu sebelum dampak pembukaan kembali perbatasan China dapat dirasakan,” kata Sean Lim, seorang analis di RHB Investment Bank Bhd di Kuala Lumpur.
Menurutnya kekhawatiran atas permintaan yang lemah tetap ada, tetapi OPEC+ seharusnya menjadi penopang harga utama. RHB Investment mengharapkan pasar minyak yang lebih seimbang dalam jangka menengah.
Bank Sentral Federal Reserve mungkin condong ke arah kenaikan suku bunga yang lebih kecil setelah pertumbuhan upah tenaga kerja AS mendingin pada Desember 2022, langkah penurunan lain dalam kampanye pengetatan moneter yang agresif. Hal tersebut memberi tekanan pada dolar AS dan menambah penarik harga komoditas dalam mata uang.
Baca Juga
Minyak memiliki awal yang lemah pada 2023 karena kurva kontrak minyak berjangka menandakan pasokan yang cukup dan likuiditas yang tipis membuat kontrak berjangka rentan terhadap ayunan liar.
Kendati demikain, ada paduan suara bullish yang berkembang, dengan manajer hedge fund terkemuka Pierre Andurand mengatakan minyak mentah bisa melebihi US$140 per barel tahun ini jika Asia dibuka kembali sepenuhnya setelah penguncian terkait Covid.
Menurut sumber Bloomberg, administrasi Biden menunda pembelian untuk mengisi ulang cadangan minyak darurat setelah memutuskan bahwa penawaran yang diterima terlalu mahal atau tidak memenuhi spesifikasi yang diperlukan.