Bisnis.com, JAKARTA - PT Samuel Sekutitas Indonesia menurunkan target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2023 di posisi 7.700 setelah sebelumnya optimis di angka 8.300.
Team research Samuel Sekuritas menjelaskan jika mereka meyakini IHSG mampu mencatatkan tingkat pertumbuhan laba per saham (Earnings Per Share/EPS) yang kuat di 2022F dengan estimasi SSI sebesar 34,7 persen, sebelum turun kembali menjadi 7,5 persen di 2023F.
"Kami memperkirakan sektor perbankan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan EPS di 2023F, dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 14.2 persen, sementara sektor konsumer dan semen berpotensi pulih tahun depan setelah menurun tahun ini," kata Tim Riset, dikutip Jumat (23/12/2022).
Tim riset menetapkan Target indeks skenario fundamental untuk 2023F adalah 7,700, dimana target ini turun yang sebelumnya tercatat 8,300. Penetapan target 7.700 tersebut diiringi oleh P/E 12.5x (dibawah -2,0 s.d).
"Meskipun saat ini IHSG masih cukup menarik karena diperdagangkan pada forward P/E 11.1x, valuasinya masih lebih tinggi dibandingkan beberapa indeks lain di ASEAN, sehingga pasar membutuhkan katalis untuk re-rate," jelas mereka.
Seiring dengan keyakinan dan target tersebut, Samuel Sekuritas mengklaim saham-saham dengan fundamental dan prospek laba yang kuat akan mengungguli performa IHSG. Sebanyak 12 saham pilihan disebut mampu mendongkrak pertumbuhan pendapatan di 2023F dan bertahan di tengah tekanan inflasi.
Baca Juga
"Top pick kami saat ini adalah BBRI, BMRI, TLKM, EXCL, ICBP, RAJA, DRMA, ANTM, dan MEDC," terangnya.
Target dan rekomendasi saham yang disebutkan tim Riset berlandaskan fakta bahwa IHSG merupakan indeks dengan imbal hasil tertinggi sepanjang tahun ini jika dibandingkan dengan Indeks ASEAN.
Kondisi tersebut didukung oleh tingginya minat investor asing dan ritel. Meskipun investor asing mencatat penjualan bersih yang besar di saham-saham blue chip pada Desember 2022, IHSG masih mencatatkan angka beli bersih asing YTD sebesar Rp56 triliun per pertengahan Desember 2022.
"Namun, kami melihat ada potensi arus keluar dana investor asing ini akibat pengetatan kebijakan moneter guna menahan tekanan inflasi. Di samping itu, ada risiko bahwa investor global akan beralih ke pasar yang berkinerja buruk tahun ini, seperti Cina," imbuh mereka.