Bisnis.com, JAKARTA – Managing Director - Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menyoroti pentingnya tata kelola dalam operasional Danantara, menyusul pengangkatan sejumlah tokoh ke dalam jajarannya.
Menurutnya, meskipun komposisi tim terlihat solid di atas kertas, independensi dari intervensi politik masih menjadi faktor penting yang perlu dibuktikan ke depan.
“Secara teori, nama-nama yang diumumkan terlihat baik, itulah sebabnya pasar mengalami rebound dari titik terendahnya. Namun, bagi kami, isu yang paling penting tetaplah tata kelola,” ujarnya, Senin (24/3/2025).
Dia menilai setidaknya harus menunggu hingga akhir tahun ini untuk melihat apakah Danantara dapat bebas dari campur tangan politik dalam mengambil keputusan.
Di samping itu, Harry turut mencermati besarnya dana yang akan dikelola Danantara dalam waktu dekat. Hal tersebut mengingat aliran dividen dari berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan mengalir dalam beberapa pekan ke depan.
“Danantara akan memiliki likuiditas yang sangat besar. Pertanyaannya, apa yang akan mereka lakukan dengan dana tersebut? Apakah akan membeli obligasi, melakukan buyback saham yang sedang tertekan, atau ada strategi lain?” ucapnya.
Baca Juga
Dia menambahkan bahwa proyek pertama yang dijalankan Danantara akan menjadi tolok ukur bagi kredibilitasnya. Dengan libur Lebaran yang semakin dekat dan kebutuhan mendirikan kantor, Harry memandang investor mungkin harus menunggu hingga Mei untuk mengetahui arah investasi yang akan diambil Danantara.
Di sisi lain, Harry mengaku telah menerima banyak pertanyaan terkait dengan pengalihan kepemilikan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) ke dalam Danantara.
Menurutnya, ada kekhawatiran bahwa emiten BUMN Karya tersebut akan menjadi beban bagi Danantara lantaran tumpukan utang yang dimiliki, serta potensi kasus hukum dan dugaan korupsi yang belum terungkap.
Adapun, dari sisi manajemen, dia turut menyoroti tantangan dalam pembentukan budaya korporasi di dalam sovereign wealth fund (SWF) milik Indonesia tersebut.
“Agak tidak biasa melihat begitu banyak direktur pelaksana ternama bekerja di bawah CEO, CFO, dan COO yang juga merupakan figur berprofil tinggi. Siapa yang sebenarnya akan mengambil keputusan final terkait besaran investasi?" tuturnya.
Harry menilai bahwa membentuk tim besar di fase awal tanpa budaya organisasi yang sudah matang bisa menjadi tantangan tersendiri. Untuk itu, para anggota tim disebut membutuhkan waktu untuk saling mengenal, berkolaborasi, dan bersinergi sebelum mengambil keputusan keuangan yang bebas dari kepentingan tertentu.