Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Berpotensi Tembus 8.000, Simak Saham Pilihan BNP Paribas AM

Kondisi pasar modal Indonesia akan optimal pada tahun 2023 seiring dengan resiliensi perekonomian domestik di tengah volatilitas global.
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - PT BNP Paribas Asset Management (BNP AM) meyakini kondisi pasar modal Indonesia akan optimal pada tahun 2023 seiring dengan resiliensi perekonomian domestik di tengah volatilitas global. IHSG pun berpotensi tembus level 8.000.

Djumala Sutedja, Direktur PT BNP Paribas AM, mengatakan ketahanan ekonomi Indonesia telah diuji sepanjang tahun 2022. Di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5 persen selama tiga triwulan berturut-turut di tahun 2022.

Djumala mengatakan resiliensi ini juga terlihat nyata dari kinerja pasar saham dan obligasi Indonesia maupun nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS yang lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

“Perekonomian Indonesia sepanjang 2022 ini ibarat perahu di tengah badai. Badai ini datang dari volatilitas global yang tinggi. Meskipun kita tidak dapat mengendalikan badai, akan tetapi kita bisa mengendalikan dan menavigasi stabilitas perahunya melalui stabilitas politik, sosial-ekonomi, dan juga makroekonomi. Dan kami melihat para nahkoda perahu Indonesia – dalam hal ini Pemerintah – mampu menavigasi perahu dengan baik,” jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (22/12/2022).

Dia menjelaskan ketahanan ini akan kembali akan diuji oleh berbagai dinamika pada tahun 2023. Djumala mengatakan sentimen global akan banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk kondisi geopolitik antara Rusia-Ukraina dan AS-China, perubahan terhadap kebijakan Zero COVID di China, serta inflasi yang masih tinggi terutama pada harga energi dan pangan.

Selain itu, kemungkinan terjadinya resesi di sejumlah negara maju juga berpotensi membawa dampak bagi pergerakan pasar dalam hal appetite pasar terhadap aset berisiko seperti saham hingga ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter bank sentral.

Namun, Djumala melihat kontribusi ekonomi domestik melalui konsumsi rumah tangga cukup tinggi serta swasembada pangan membuat kondisi Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan negara lain.

Djumala juga menekankan inisiatif pemerintah untuk hilirisasi industri dapat berdampak positif pada Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct Investment (FDI) dalam jangka waktu yang relatif singkat dan meningkatkan export base Indonesia untuk jangka panjangnya.

“Sementara itu, faktor domestik yang juga akan cukup berperan adalah iklim politik dalam negeri menuju Pemilu 2024 serta kelanjutan dari komitmen Indonesia menuju ke arah perekonomian yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” tambahnya.

Dari sisi pasar saham, Djumala melihat adanya sentimen positif untuk Indonesia yang baru saja merampungkan tugasnya sebagai tuan rumah pertemuan G20. BNP Paribas AM melihat beberapa manfaat besar yang dapat mendukung Indonesia menuju ke arah perekonomian yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Salah satunya sentimen positif tersebut menurut Djumaka terkait dengan agenda transisi menuju energi terbarukan. Sejauh ini, beberapa negara telah berinisiatif untuk membantu pembiayaan proyek energi terbarukan dalam jangka menengah hingga panjang yang akan membantu reformasi energi di Indonesia.

Seiring dengan hal tersebut, BNP Paribas AM memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di rentang 7.800 - 8.100 untuk tahun 2023.

Djumala mengatakan investor dapat fokus pada sektor sektor yang menunjang pembangunan ekonomi hijau dalam jangka panjang. Selain itu, sektor – sektor yang berkaitan dengan Pemilu 2024 seperti konsumer juga dapat menjadi opsi bagi pemilik modal.

“Di lain sisi, investor juga perlu mencermati lebih lanjut sektor komoditas, mengingat sektor tersebut telah cenderung overcrowded,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper