Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah ditutup melemah pada perdagangan awal pekan, Senin (12/12/2022). Sementara indeks dolar tercatat menguat 0,26 persen ke posisi 105.0850 atau naik 0,2750 poin.
Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin (12/12/2022) sebesar 0,29 persen atau 44,5 poin ke posisi Rp15.627.
Sejumlah mata uang asing Asia Pasifik mayoritas ditutup di zona merah . Seperti Dolar Hongkong yang terpantau menguat 0,21 persen menjadi 7.7701. Dolar Taiwan melemah 0,16 persen ke posisi 30.673. Won Korea Selatan melemah 0,49 persen dan Rupee India juga melemah 0,37 persen. Kemudian ada Ringgit Malaysia yang melemah 0,27 persen.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam risetnya menjelaskan ada dua faktor yang mempengaruhi gerak rupiah hari ini.
Sentimen eksternal datang dari perkiraan The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
"Dolar naik pada hari Senin setelah data pada hari Jumat menunjukkan harga produsen AS telah meningkat lebih dari yang diperkirakan bulan lalu, menunjukkan tekanan inflasi yang terus-menerus dan kemungkinan Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama," katanya dalam riset harian, Senin (12/12/2022).
Baca Juga
Menjelang pertemuan FOMC, angka inflasi AS bulan November akan dirilis pada hari Selasa, dengan para ekonom memperkirakan inflasi inti tahunan sebesar 6,1 persen.
Federal Reserve sekali lagi menjadi pusat perhatian, dan secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, meskipun fokus akan berada pada proyeksi ekonomi terbaru bank sentral dan konferensi pers Ketua Fed Jerome Powell.
Bank of England dan Bank Sentral Eropa (ECB) juga akan bertemu minggu ini, dan masing-masing juga diperkirakan akan memberikan kenaikan suku bunga sebesar 50 bp.
Selain itu, sentimen internal datang dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal IV yang berpotensi melambat.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Kuartal Keempat ini dipengaruhi oleh semakin beratnya tantangan perekonomian pada akhir tahun, terutama dari sisi global. Perlambatan ekonomi global makin berdampak ke dalam negeri.
"Ini bisa terlihat dari , pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diperkirakan masih akan terus terjadi. Proyeksi tersebut diungkapkan langsung oleh pemerintah lewat pihak terkait," lanjut Ibrahim.
Pemburukan dari dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian yang belum berakhir ini semakin diperparah dengan lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.
Ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman resesi global pada 2023.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia mengemukakan kekhawatiran mengenai outlook ekonomi global yang masih suram meskipun didorong oleh pelonggaran kebijakan zero covid China. Indikator-indikator menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi global berpotensi terus berlanjut. Namun pelonggaran kebijakan Zero Covid China akan menjadi hal yang baik untuk ekonomi domestik dan seluruh dunia.
IMF saat ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 2,7 persen tahun depan, turun dari 3,2 persen pada proyeksi sebelumnya dan ada potensi pertumbuhan ekonomi yang lambat selama bertahun-tahun ke depan.
Pada perdagangan besok, Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.610 - Rp15.670.