Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) agaknya cukup serius mewujudkan arah pengembangannya menuju ekonomi berkelanjutan. Sejumlah program seperti laporan keberlanjutan para emiten hingga peluncuran indeks-indeks terkait keberlanjutan semuanya diarahkan memenuhi ketentuan inisiatif environment, sustainability, and governance (ESG).
Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai langkah BEI ini cukup positif mengingat isu keberlanjutan menjadi fokus investasi dunia saat ini. Namun, langkah BEI ini dinilainya tak mudah.
Dia mengingatkan BEI akan dihadapkan bukan hanya menggeser investasi masyarakat saja, tetapi lebih jauh daripada itu, yaitu merubah pola pikir para investor pasar modal.
"Investor lokal mungkin belum terlalu mengaitkan strategi investasinya dengan isu ESG, kecuali terkait governance. Orientasinya lebih ke pertumbuhan, prospek, dan bottom line, serta isu-isu yang terkait dengan kinerja," jelasnya kepada Bisnis, Minggu (27/11/2022).
Patut di Ingat bahwa ESG adalah sebuah sistematika tata kelola lingkungan, sosial, dan operasional perusahaan yang menjadi nilai penting dunia bisnis dalam mengukur keberlanjutan dan dampak sosial dari investasi atau bisnis di masa depan.
Sistematika tersebut pada awalnya berkembang di Eropa, yang kemudian masuk ke Asia dan menjalar ke Indonesia. Untuk itu, Budi melanjutkan, fokus terhadap isu ESG lebih banyak pada investor asing, namun berdasarkan data terbaru dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) jumlah investor asing di Indonesia sudah menciut jauh.
Baca Juga
"Kalau investor asing concern ke ESG tapi porsi asing sudah kecil di BEI, termasuk juga green bond," imbuhnya.
KSEI dalam keterangan resminya pada Senin (21/11/2022) mencatat per 3 November 2022, jumlah investor pasar modal yang mengacu pada Single Investor Identification (SID) telah mencapai 10.000.628, dengan komposisi jumlah investor lokal sebesar 99,78 persen.
Jumlah investor pasar modal telah meningkat 33,53 persen dari 7.489.337 di akhir tahun 2021 menjadi 10.000.628 pada 3 November 2022. Tren peningkatan tersebut telah terlihat sejak tahun 2019 ketika investor masih berjumlah 2.484.354. Dominasi investor lokal juga terlihat pada kepemilikan investor lokal di tiap jenis instrumen investasi pasar modal, baik saham maupun surat berharga lainnya yang tercatat pada sistem KSEI.
Selanjutnya, 70 persen nilai transaksi saham saat ini didominasi oleh investor dalam negeri, sementara sisanya diisi oleh pemilik dana asing. Tren ini berbanding terbalik dengan nilai transaksi saham 5 tahun lalu, dimana 70 persen masih didominasi oleh asing dan sisanya investor lokal.
Menurutnya, fokus investor yang sebagian besar masih pada bottom line ketimbang ESG bakal jadi tantangan, mengubah orientasi dan pola pikir tidaklah mudah.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menyadari hal tersebut. Kendati demikian, bursa lanjutnya, tetap berkomitmen mendukung pencapaian keuangan berkelanjutan
sesuai Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021-2025). Bursa fokus meningkatkan awareness dan penerapan prinsip ESG di stakeholders Pasar Modal Indonesia.
"Terdapat berbagai rangkaian inisiatif peningkatan kapasitas dari internal dan maupun eksternal, di antaranya menjalin kerja sama dengan institusi terkait dan/atau tergabung dalam organisasi yang dapat mendukung penerapan ESG," ungkapnya.
Selain itu, BEI juga terus nengedukasi stakeholders melalui webinar dengan topik ESG terkini (seperti Sustainability Report, Climate Change, dan Carbon Trading) untuk internal dan eksternal.
Nyoman juga menerangkan bursa nenyediakan infrastruktur yang dapat memudahkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan laporan keberlanjutan dan menyediakan website ESG untuk mengedukasi publik serta turut menampilkan showcase dari Perusahaan Tercatat (ESG Star Listed Companies) yang dapat digunakan sebagai benchmarking bagi pelaku bisnis yang membutuhkan.
"Bursa juga menerbitkan produk yang mendukung prinsip ESG seperti Indeks IDX ESG Leaders, ESG Sector Leaders IDX Kehati, dan ESG Quality 45 IDX Kehati, Indeks LQ45 Low Carbon, serta menggalakan penerbitan produk terkait ESG seperti green bond dan green sukuk melalui sosialisasi dan kerja sama dengan pihak terkait lainnya untuk mendukung investasi berbasis ESG di Indonesia," paparnya.
Dari sisi regulator, terang Nyoman, Bursa terus berupaya untuk mendiskusikan pengembangan dari sisi peraturan, insentif dan inisiatif lainnya.
Seperti halnya salah satu upaya bursa yakni peluncuran indeks LQ45 Low Carbon Leader yang terdiri atas 24 saham indeks LQ45. IDX LQ45 Low Carbon Leaders adalah Indeks yang bertujuan untuk mengurangi eksposur intensitas emisi karbon atas portofolio sebesar minimal 50 persen dibandingkan dengan Indeks LQ45 sebagai parent index.
Selain itu, BEI telah menetapkan konstituen awal dan menyesuaikan bobot atas saham-saham yang digunakan dalam penghitungan Indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders. Sudah ada daftar saham yang masuk sebagai konstituen awal periode perdagangan 11 November 2022 sampai dengan 31 Januari 2023 beserta jumlah sahamnya.
Salah satu emiten terpilih dalam indeks tersebut, yakni emiten tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mengumumkan bahwa Perusahaan menjadi bagian dari indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode perdagangan 11 November 2022 sampai dengan 31 Januari 2023.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Aneka Tambang Elisabeth Siahaan mengatakan masuknya saham ANTM pada Indeks IDX LQ45 Low Carbon Leaders di Bursa Efek Indonesia mencerminkan apresiasi positif para pemegang saham terhadap kinerja saham dan upaya Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional yang berkelanjutan.
"ANTM terus berupaya untuk melakukan pencarian sumber energi baru terbarukan serta energi alternatif yang lebih ramah lingkungan dalam menjalankan kegiatan operasional Perusahaan," jelasnya.
ANTM juga berkomitmen menjalankan penggunaan energi baru terbarukan di beberapa elemen operasional, serta melakukan upaya dekarbonisasi dengan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dalam menjalankan kegiatan operasi dan produksi.
Sejalan dengan inisiatif tersebut, ANTM baru-baru ini juga menjajaki kerja sama dengan perusahaan asal Hong Kong, CNGR Co., Ltd., untuk pembangunan dan pengembangan kawasan industri hilirisasi bijih nikel menjadi bahan baku baterai.
Nikel yang diproduksi nantinya akan menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik dengan menggunakan teknologi OESBF (oxygen-enriched side-blown furnace) yang dimiliki oleh CNGR dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 80.000 ton nikel dalam produk nickel matte yang terbagi dalam dua fase pembangunan. PT PNEM selanjutnya akan menjadi tenant pada kawasan industri yang dikelola oleh PT KIAT.
Dalam framework agreement yang dibuat, ANTM melalui anak perusahaannya PT Kawasan Industri Antam Timur (PT KIAT) akan membangun dan mengelola kawasan industri di area Izin Usaha Pertambangan ANTM di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dan CNGR melalui anak perusahaannya PT Pomalaa New Energy Material (PT PNEM) akan mengembangkan fasilitas pengolahan bijih nikel laterit menjadi nickel matte.
Di samping itu, ANTM juga telah menyusun roadmap dekarbonisasi, sejalan dengan komitmen sebagai anggota MIND ID untuk menjalankan operasional yang berkelanjutan.
Pergeseran orientasi hingga pola pikir investor memang tidak mudah. Namun, jika orientasi ESG ini dapat menjadi bagian dari perbaikan kinerja para emiten secara berkesinambungan, bukan tidak mungkin kedua pola pikir ini dapat berjalan beriringan.
Terakhir, upaya sosialisasi perlu dilakukan secara masif, kolaboratif, dan berkelanjutan, sehingga orientasi ESG dapat tetap sejalan dengan orientasi peningkatan laba bersih para emiten.