Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Terhadap Dolar AS, Akankah Perkasa?

Dolar AS tergelincir pada akhir perdagangan Rabu pagi WIB, karena kenaikan imbal hasil obligasi Jerman naik.
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimajarn
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimajarn
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS tergelincir pada akhir perdagangan Rabu pagi WIB, karena kenaikan imbal hasil obligasi Jerman memperkuat euro, tetapi pembacaan yang kuat dari indeks harga konsumen (IHK) pekan ini dapat membalikkan penurunan mata uang.

Pasar sedang menyaksikan pemilihan paruh waktu AS pada Selasa (8/11/2022), yang hasilnya mungkin akan mengantarkan era pemerintahan yang terpecah di Washington yang dapat menggagalkan rencana pengeluaran sosial yang besar oleh Demokrat.

Kenaikan stabil dalam imbal hasil obligasi Jerman melemahkan dolar di tengah ekspektasi pengetatan Bank Sentral Eropa (ECB) lebih lanjut, yang memangkas spread dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS, kata Marc Chandler, kepala spekulasi pasar di Bannockburn Global Forex.

"Saya mengesampingkan pemilu. Untuk kebijakan moneter dan fiskal, saya kira tidak ada banyak perbedaan," katanya dikutip dari Antara. "Apa yang saya fokuskan hari ini adalah langkah besar dalam obligasi Jerman dua tahun. Ini bukan tentang Fed, ini tentang lebih banyak agresivitas dari ECB."

Imbal hasil pada obligasi Jerman dua tahun naik menjadi 2,196 persen, kenaikan 25 basis poin dari seminggu yang lalu.

Data IHK akan diumumkan pada Kamis (10/11/2022), dengan para ekonom memperkirakan sedikit penurunan dalam angka inti bulanan dan tahunan masing-masing menjadi 0,5 persen dan 6,5 persen. Pelonggaran inflasi, bagaimanapun, mungkin tidak memperlambat pengetatan kebijakan Federal Reserve yang menunjukkan dana federal berjangka akan mencapai puncaknya pada 5,117 persen pada Juni 2023.

"Inflasi akan melambat lagi, tetapi sektor jasa-jasa mungkin tidak memberi kami cukup bantuan perkiraan," kata Ed Moya, analis pasar senior di OANDA.


Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper